Dengan kata lain, bila pada awalnya Anda menanam sesuatu yang baru dengan baik, akhirnya Anda juga akan menerima hal yang baik pula ke depannya.
Pada saat ini, dengan neraca perdagangan Indonesia yang masih mengalami defisit (meski membaik selama beberapa waktu terakhir), maka pemerintah terus berupaya untuk menggalakkan ekspor.
Salah satu "benih baru yang tepat dan baik" yang perlu dicari guna melesatkan ekspor adalah mencari pasar baru yang masih memiliki peluang luas untuk dieksplorasi, hingga menemukan komoditas baru yang berpotensi bakal berkembang ke depannya.
Cara terakhir digunakan oleh Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) yang mengungkapkan adanya peluang bisnis baru yang bisa digarap oleh pelaku usaha kelautan dan perikanan nasional, yaitu tepatnya terkait dengan tanaman hias air yang bernilai ekonomi tinggi.
Menurut Kepala Badan Riset dan SDM Kelautan dan Perikanan (BRSDM) KKP Sjarief Widjaja, tanaman hias air, kerap disebut pula sebagai aquatic plant atau flora aquatic, dinilai adalah bisnis baru serta komoditas baru yang harus disampaikan ke publik sebagai peluang bisnis.
Namun pada saat ini, menurut dia, sebagian masyarakat masih belum mengetahui manfaat serta kegunaan tanaman tersebut.
Sjarief Widjaja mengemukakan bahwa skala ekonomi dari peluang bisnis tanaman hias air ini sebenarnya dinilai masih ada di bawah permukaan, sehingga perlu digali informasinya dan didorong produksinya untuk ekspor.
Ia memaparkan tanaman air merupakan bagian dari perikanan air tawar yang memiliki nilai ekonomis tinggi, namun sebagian besar masyarakat belum mengetahui manfaat serta kegunaan tanaman tersebut.
Melihat besarnya potensi yang ada, Badan Riset dan Sumber Daya Manusia Kelautan dan Perikanan KKP memulai riset tanaman air yang diawali dengan pendataan spesies tanaman air endemik Indonesia yang berpotensi sebagai estetika atau hiasan akuarium dan sebagai obat.
Inovasi Pembiakan
Sementara itu, Kepala Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi Pertanian, Kementerian Pertanian, Mastur mengungkapkan pihaknya akan terus mendorong apa yang dilakukan BRSDM KP, terutama dalam inovasi pembiakan tanaman air hias.
Mastur berpendapat bahwa upaya budidaya tanaman air hias ini merupakan jenis usaha memang menggiurkan bagi siapapun yang mau memulai bisnis, baik nelayan maupun pembudidaya bidang lainnya.
Untuk itu, dia siap mendukung bila diperlukan, seperti menyediakan hasil penelitian atau data lainnya yang bermanfaat dalam mengembangkan komoditas tersebut.
Mengenasi studi dan inventarisasi tanaman air endemik di seluruh perairan Indonesia, Sjarief menilai penting dilakukan, sebelum diklaim oleh pihak asing.
Pasalnya permintaan tanaman air banyak diminati dalam negeri hingga manca negara.
Oleh karena itu, BRSDM KKP melalui Balai Riset Budidaya Ikan Hias (BRBIH) melakukan berbagai inovasi riset guna mendorong perekonomian petani dan pembudidaya tanaman air.
Salah satunya ialah menggunakan teknik kultur jaringan atau inovasi in-vitro pada tanaman hias air untuk estetika dan obat herbal alami baru untuk penyakit ikan.
Sjarief Widjaja telah mengidentifikasi 218 spesies yang akan terus dikembangbiakkan dari target 400 spesies yang ada.
Ia menyatakan, bila melakukan pembiakan dengan cara yang biasa akan memakan waktu sehingga dilakukan proses kultur jaringan dalam mempercepat proses pengembangbiakannya.
Disamping itu, BRBIH juga telah mengidentifikasi tanaman air endemik dari perairan Pulau Kalimantan, yakni jenis Bucephalandra yang memiliki nilai ekonomi di dalam negeri sebesar Rp50.000-500.000/rhizome (rimpang) dan nilai ekspor sebesar 300 dolar AS/rhizome.
Saat ini, ungkap dia, penjualan Bucephalandra memang ada, tapi yang diambil langsung dari alam, berarti bukan hasil pengembangbiakkan.
Padahal, lanjutnya, dengan membudidayakan komoditas tersebut selain mendorong produksi juga memiliki nilai ekonomi tinggi karena sifatnya yang endemik hanya ada di Kalimantan.
Sejak tahun 2016 hingga 2018, BRBIH telah bekerjasama dengan Balai Besar Bioteknologi dan Sumberdaya Genetik Pertanian, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian Kementerian Pertanian (BB Biogen Kementan) dalam perbanyakan ex situ tanaman air dengan memanfaatkan sifat potensi sel dan bioteknologi untuk menciptakan inovasi in-vitro tanaman hias air sebagai estetika.
Dengan memanfaatkan sifat potensi sel tersebut, tanaman air dapat hidup di luar habitatnya dan dapat dipanen sebanyak yang diinginkan. Tanaman air juga tumbuh secara seragam serta bebas patogen sehingga baik untuk ikan.
Budidaya in-vitro merupakan suatu metode untuk mengisolasi bagian dari tanaman yang steril, ditumbuhkan pada media buatan yang steril, dalam botol kultur yang steril dan dalam kondisi yang aseptic, sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan beregenerasi menjadi tanaman yang lengkap.
Obat Herbal
Sedangkan inovasi riset yang kedua adalah terkait dengan pengembangan obat herbal alami baru untuk penyakit ikan dari tanaman air.
Peneliti BRBIH, Media Fitri Isma Nugraha menyampaikan hal pertama yang dilakukan yakni menginventarisasi seluruh tanaman air di pulau Sulawesi dan mencari senyawa aktif dari tanaman air tersebut yang dapat berfungsi sebagai obat herbal alami baru pada penyakit ikan.
Tanaman yang ditemukan dapat mematikan patogen penyebab penyakit ikan di antaranya adalah Edwardsiella ichtaluri, Streptococcus agalactiae, Aeromonas hydrophilla, Flavobacterium columnare, dan Chromobacterium violeceum.
Dari riset itu, ujar Media, pihaknya juga telah menginventarisasi sebanyak 200 spesies tanaman air dari Sulawesi Selatan, Sulawesi Utara dan Sulawesi Tengah dan telah mendaftarkan sebagai satu paten.
Rencananya, proses budidaya tanaman air hias ini akan disosialisasikan kepada para petani dalam waktu dekat, dengan harapan, para petani bisa mendapatkan hasil panen tanaman air hias dalam jumlah banyak tanpa merusak ekosistem tanaman hias di alam.
Terkait rencana pengembangan tanaman hias untuk ekspor, Ketua Harian Ikatan Sarjana Kelautan Indonesia (ISKINDO) Moh. Abdi Suhufan menyatakan, KKP perlu benar-benar mengaji rencana pengembangan bisnis tanaman hias air untuk tujuan diekspor ke mancanegara.
Menurut Abdi Suhufan, KKP perlu melakukan evaluasi dengan pengecekan terlebih dahulu terhadap data yang ada dan sejauh mana peran serta kontribusi KKP dalam melakukan pendampingan pada usaha bisnis tanaman hias air ini.
Apalagi, Abdi juga berpendapat bahwa komoditas tumbuhan atau tanaman hias air tersebut pada saat ini masih susah untuk dibudidayakan, pemainnya terbatas dan peminatnya memang sedikit.
Ia menuturkan, keterbatasan ini karena tanaman itu termasuk kategori nonpangan, dan biasanya Indonesia melempar komoditas itu ke negara seperti Singapura dan juga ke kawasan Asia Timur serta Eropa.
Sementara itu, pengamat sektor kelautan dan perikanan Abdul Halim mengingatkan dorongan untuk meningkatkan aktivitas bisnis tanaman air hias di Tanah Air oleh KKP jangan sampai dieksploitasi berlebihan.
Inisiatif itu, ujar Abdul Halim perlu mempertimbangkan kondisi kelestarian ekosistem laut agar tak sembarang lokasi dieksploitasi.
Namun, Abdul Halim yang juga menjabat sebagai Direktur Eksekutif Pusat Kajian Maritim untuk Kemanusiaan itu juga mengakui bahwa permintaan bisnis tanaman air hias dan ikan hias asal Indonesia pada saat ini dinilai cenderung mengalami peningkatan, di antaranya ke negara tujuan Singapura.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik 2008, nilai kumulatif ekspor tanaman air pada tahun 2002-2004 mencapai angka 1.054.229 dolar AS dan pada 2006 berada di angka 676.404 dolar AS.
Angka tersebut dinilai berpotensi untuk dapat naik lebih tinggi lagi dan ditawarkan lebih luas lagi di tingkat global karena selain untuk keindahan estetika, tanaman air juga berfungsi untuk menjaga keseimbangan ekosistiem perairan.*
Baca juga: Peluang bisnis tanaman hias air
Pewarta: M Razi Rahman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018