• Beranda
  • Berita
  • Gunungan Grebeg Maulud menarik ribuan warga di Yogyakarta

Gunungan Grebeg Maulud menarik ribuan warga di Yogyakarta

21 November 2018 14:06 WIB
Gunungan Grebeg Maulud menarik ribuan warga di Yogyakarta
Arsip Foto. Abdi dalem mengarak Gunungan Kakung yang akan diperebutkan di Komplek Kepatihan saat melintas di Jl. Malioboro, Yogyakarta. (FOTO ANTARA/Noveradika)
Yogyakarta (ANTARA News) - Ribuan warga dari berbagai wilayah di Daerah Istimewa Yogyakarta berdesak-desakan berebut hasil bumi dan makanan dalam gunungan-gunungan pada perayaan Grebeg Maulud di Masjid Gedhe Kauman, Yogyakarta, Rabu.

Dalam gelaran Grebeg Maulud Tahun Jawa Be 1952, tujuh gunungan berisi aneka hasil bumi diarak ratusan bregada dari Siti Hinggil Keraton Yogyakarta. Gunungan Lanang, Gunungan Wadon, Gunungan Darat, Gunungan Gepak, dan Gunungan Pawuhan diarak menuju Masjid Gedhe Yogyakarta, dan dua Gunungan Lanang masing-masing diserahkan ke Kepatihan dan Puro Paku Alaman.

Warga yang telah menunggu sejak pagi di pelataran Masjid Gedhe Kauman langsung berebut saat gunungan datang meski penghulu Keraton Yogyakarta belum tuntas membacakan doa.

Tuminah (50), warga asal Wonosari (Gunung Kidul), kesulitan mendapat bagian gunungan saat ikut berebut. Ia takut terinjak-injak saat mendekati gunungan bersama ribuan warga lainnya.

"Tadi saya sampai jatuh, saya tidak berani mendekat karena takut terinjak-injak," kata Tuminah, yang menginap di Masjid Gedhe Kauman sejak Selasa (20/11) siang untuk menantikan acara Grebeg Maulud.

Namun Tuminah, yang datang bersama suaminya, mengaku senang karena akhirnya bisa membawa pulang ketan yang ia peroleh dari warga lain.

"Senang meskipun dari meminta tadi. Akan saya simpan di rumah mudah-mudahan bisa menjadi obat penyakit saya," katanya.

Adik Raja Keraton Ngayogyakarta, Gusti Bendara Pangerah Harya (GBPH) Yudhaningrat, mengatakan Keraton Ngayogyakarta setiap tahun menggelar Grebeg Maulud untuk memperingati hari lahir Nabi Muhammad SAW sekaligus sebagai sarana syiar Agama Islam di Yogyakarta.

"Karena dahulu di Jawa masih agama Hindu dan Buddha, sehingga perlu suatu arak-arakan dari Keraton Yogyakarta," katanya.

Selain itu, lanjut Yudhaningrat, Grebeg Maulud juga merupakan simbol hubungan raja dengan rakyatnya dan gunungan-gunungan berisi hasil bumi yang dikeluarkan menandakan kemakmuran Daerah Istimewa Yogyakarta.

Ia menyayangkan dalam Grebeg Maulud 2018 warga tidak mau bersabar menunggu doa selesai sebelum merayah gunungan.

"Ya seharusnya doa diselesaikan dulu oleh kiai penghulu baru diperebutkan. Mudah-mudahan doa kiai penghulu nanti tetap terkabul meski gunungan sudah diperebutkan duluan," katanya.

 

Pewarta: Luqman Hakim
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2018