Jakarta (Antara) - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan melalui Direktorat Jenderal Kebudayaan memamerkan batik khas dari Puro Pakualaman di Cemara 6 Gallery Museum, Jakarta hingga Jumat (23/11).... batik sebagai salah satu warisan budaya yang diakui UNESCO
"Kegiatan ini sebagai salah satu upaya pemerintah untuk lebih memperkenalkan keragaman motif batik sebagai salah satu warisan budaya yang diakui UNESCO," kata Kepala Subdit Warisan Budaya Tak Benda Lien Dwiari Ratnawati di Jakarta, Kamis.
Lien mengatakan batik Puro Pakualaman merupakan salah satu motif klasik yang perlu dilestarikan. Dalam setiap pameran batik, selalu ditampilkan proses pembuatan batik, salah satunya batik tulis dengan cara mencanting.
"Masyarakat mungkin lebih banyak yang lebih suka membeli batik cetak tekstil buatan pabrik karena lebih murah. Kami berharap dengan pameran yang kami lakukan, masyarakat bisa lebih menghargai batik sebagai sebuah proses yang diakui dunia," tuturnya.
Sementara itu, pemerhati budaya Yogyakarta Mari Condronegoro mengatakan cukup sulit menelusuri motif-motif klasik batik Puro Pakualaman karena seperti ada rantai yang terputus.
"Secara umum batik Puro Pakualaman mirip dengan batik Kesultanan Yogyakarta karena masih satu leluhur. Namun, banyak batik Puro Pakualaman yang hilang karena banyak hal," jelasnya.
Selain hilang karena tidak tersimpan dengan baik, beberapa motif batik juga tidak terdokumentasi dengan baik karena pemiliknya tidak mengetahui nama untuk motif tersebut karena merupakan warisan dari orang tuanya.
"Karena itu, saya mendorong para perancang dan pengrajin batik tidak hanya sekadar membuat batik tetapi juga mendokumentasikannya dalam bentuk tulisan agar bisa diturunkan kepada anak cucu," tuturnya.
Mari mengatakan yang dipamerkan dalam pameran tersebut adalah batik-batik karya GKBRAA Paku Alam (Gusti Putri) berdasarkan interpretasinya terhadap naskah-naskah kuno Puro Pakualaman.*
Baca juga: Personel A1 puji keindahan batik dan wanita Indonesia
Baca juga: Batik tulis Lasem dilirik pengusaha India
Pewarta: Dewanto Samodro
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018