Oleh Abdul Azis Senong dan YusranSejarah sebagai modal, sejarah sebagai inspirasi yang menggerakkan anak muda masa kini dan akan datang. Jadi, jangan berhenti mencintai sejarah
Baubau, Sultra, (ANTARA News) - Guru besar Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia (FIB-UI), Prof Susanto Zuhdi mengajak semua pihak, termasuk kau muda, tidak berhenti mencintai sejarah, karena peninggalan sejarah masa lalu memberikan nilai dan inspirasi dalam menggerakkan generasi muda.
"Sejarah sebagai modal, sejarah sebagai inspirasi yang menggerakkan anak muda masa kini dan akan datang. Jadi, jangan berhenti mencintai sejarah," katanya pada Seminar Budaya Forum Anak Kota Baubau, di Baubau, Provinsi Sulawesi Tenggara, Kamis.
Pada seminar yang mengusung tema "Memaknai Identitas dan Mengenal Jati Diri Lewat Budaya" sekaligus bedah buku "Labu Wana Labu Rope" itu, yang dihadiri Wali Kota Baubau, Dr AS Tamrin itu, ia menegaskan bahwa generasi muda harus tetap lebih menghargai sejarah dan dapat diaplikasikan ke dalam kehidupan nyata.
"Sebetulnya peluncuran buku ini edisi yang kedua, di mana edisi pertama dikeluarkan tahun 2010. Buku ini merupakan disertasi tahun 1994 kemudian diterbitkan edisi baru," ujarnya, seraya menyebutkan disertasinya itu sebelumnya sudah banyak beredar, baik dalam bentuk makalah maupun seminar.
Banyaknya saran dan pendapat dari peserta pada kegiatan bedah buku yang dihadiri komunitas pelajar tingkat SMA dan SMP serta tokoh masyarakat itu, menurutnya, tentu sangat baik karena menandakan generasi muda begitu mencintai sejarah.
"Bedanya dengan buku kedua saya memberikan epilog atau refleksi perjalanan. Kalau buku ini sudah habis akan terbit edisi ketiga," kata doktor Studi Sejarah Program Pascasarjana UI itu.
Dengan terbitnya buku yang membahas tentang sejarah budaya Buton itu, ia mengharapkan generasi muda Buton harus lebih merespon, karena masih banyak yang harus ditulis sesudah dirinya.
"Saya kalau ke Buton seperti pulang kampung, seperti kampung yang kedua saya. Buton adalah semangat yang tak kunjung padam," tandasnya.
Di samping itu, adanya pemaparan yang membumikan "Sara Pataanguna", menurut Susanto Zuhdi, merupakan implementasi yang sudah benar dalam mewujudkan nilai-nilai PO-5. Hanya saja kembali kepada para pihak yang menjalankannya.
Sementara itu, Wali Kota Baubau, Dr AS Tamrin mengatakan, buku karya Prof Susanto yang mengangkat budaya Buton itu mengandung banyak nilai di dalamnya, sehingga perlu dibedah dan disosialisasikan.
"Itu juga akan menjadi cikal bakal ketika mengusulkan Oputa Yikoo menjadi pahlawan nasional," katanya.
Di samping itu, nilai "Sara Pataanguna" yang merupakan kearifan lokal warisan Buton, kata dia, penerapannya dalam kehidupan sehari-hari memiliki banyak manfaat karena berkaitan erat dengan nilai-nilai luhur Pancasila yang menjadi ideologi negara.
"Harapannya tentu harus dibarengi dengan perbaikan moral," katanya.
AS Tamrin memberi contoh tentang perbaikan moral itu, yakni seperti adanya aksi dengan bakar keranda untuk meminta pendidikan gratis, padahal dalam menjalankan pemerintahan sudah ada petunjuk dari pusat mengenai kebijakan pendidikan.
Oleh karena itu, dengan seminar budaya itu merupakan perbaikan moral dan mental, karena tanpa kebersamaan tidak mungkin tercipta suatu pembangunan, katanya.
PO5 (Polima) adalah bentuk kearifan lokal falsafah Buton yang terdiri atas "pomaamaasiaka" (saling menyayangi), "pomaemaeka" (selalu merasa malu untuk berbuat negatif/tabu) , "popiapiara" (saling peduli), "poangkaangkataka" (saling menghargai), dan "pobincibinciki kuli" (tidak saling mencubit jika akan sama-sama merasakan sakit).
AS Tamrin mengusung PO5 -- yang kemudian menjadi disertasi S3-nya di jurusan Ilmu Pemerintahan Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Jatinangor, Sumedang, Jawa Barat-- sebagai upaya membumikan filsafat "Sara Pataanguna", yang diimplementasikannya dalam pemerintahan di Kota Baubau.
Baca juga: Belajar peradaban dari budaya Buton
Baca juga: Sejarawan ungkap efek kolonialisme-feodalisme di Nusantara
Baca juga: LVRI-Kemendikbud jajaki kerja sama pelatihan sejarah
Baca juga: Pakar: Penyusunan kurikulum sejarah tidak libatkan sejarawan
Pewarta: Abdul Azis Senong dan Yusran
Editor: Andi Jauhary
Copyright © ANTARA 2018