• Beranda
  • Berita
  • Komoditas udang dinilai paling siap hadapi industri 4.0

Komoditas udang dinilai paling siap hadapi industri 4.0

28 November 2018 13:36 WIB
Komoditas udang dinilai paling siap hadapi industri 4.0
Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto pada Pembukaan Aquatic Asia & Indoaqua 2018 di JI Expo Kemayoran Jakarta, Selasa. (Mentari Dwi Gayati)
Jakarta (Antara News) - Direktur Jenderal Perikanan Budidaya Kementerian Kelautan Perikanan (KKP) Slamet Soebjakto mengatakan udang menjadi salah satu komoditas perikanan budidaya yang paling siap dalam menghadapi industri 4.0.

"Saya melihat juga dari sisi investasi keuntungan, udang sudah sangat siap. Teknologinya, sarananya, peralatannya, saya lihat paling 'complete' di sana, begitu juga tata niaga dan pemasarannya," kata Slamet usai menghadiri pembukaan  Aquatic Asia & Indoaqua 2018 di Jakarta, Selasa.

Slamet menjelaskan bahwa sejumlah tambak udang telah menerapkan praktik akuakultur yang baik dan berkelanjutan. Selain itu, tambak udang juga telah memenuhi sistem "biosecurity" atau standar bahwa komoditas tersebut terbebas dari penyakit tercemar.

Menurut dia, penerapan akuakultur atau praktik perikanan budidaya yang berkelanjutan menjadi bagian dari transformasi industri 4.0.

Selain udang, komoditas ekspor perikanan budidaya lainnya seperti kakap putih, kerapu dan rumput laut juga menjadi komoditas perikanan yang paling siap bertransformasi menuju industri 4.0.

"Transformasi bisnis akuakultur ke dalam bagian industri 4.0 diharapkan memberi solusi terbaik, khususnya dalam membangun sebuah sistem produksi yang lebih efisien dan terukur mulai dari aspek teknis, manajemen dan penguatan SDM hingga manajemen bisnisnya," kata Slamet.

Ia menambahkan ada empat langkah untuk memperkuat daya saing sektor akuakultur dalam era industri 4.0. Pertama, penciptaan efesiensi dan nilai tambah melalui pembangunan mata rantai sistem produksi akuakultur berbasis teknologi informasi guna menjamin interkoneksi mata rantai bisnis dari hulu hingga hilir secara efisien. Dengan demikian, akan memicu terwujudnya distribusi nilai tambah yang berkeadilan khususnya antara pembudidaya dengan pelaku pasar yang sebelumnya justru nilai tambah banyak dirasakan oleh parapelaku di sektor hilir.

Kedua, terciptanya sistem logistik yang efisien. Ketersediaan database dan sistem informasi terkait input produksi seperti pakan dan benih menjadi penting. Melalui penerapan sistem informasi logistik di bidang akuakultur, maka akan lebih mudah bagi pelaku usaha dalam mendapatkan akses informasi secara cepat dan efisien karena adanya perbaikan tata kelola "supply and demand". Sistem informasi logistik juga penting guna mewujudkan konektivitas input produksi tersebut dengan parapelaku akuakultur sebagai pengguna.

Ketiga, efesiensi proses produksi akuakultur. Penerapan teknologi informasi berbasis digitalisasi dan pemanfaatan internet harus terus diinisiasi dalam menciptakan proses produksi yang efisien, cepat dan terukur. Contohnya, terkait manajemen pakan, sistem monitoring kualitas air dan lingkungan serta "early warning system".

Keempat, perbaikan sistem database bidang akuakultur.  "Saatini KKP tengah melakukan perbaikan tata kelola database khususnya pelaku usaha akuakualtur," kata Slamet.

KKP juga telah menerbitkan kartu KUSUKA yang penerbitannya menggunakan sistem aplikasi online dan telah diintegrasikan dengan aplikasi satu data kelautan dan perikanan, aplikasi ketelusuran sistem jaminan mutu dan keamanan pangan (CPIB, CBIB, CPPIB) dan aplikasi satu kode digitalisasi pelaku industri oleh BPS yang memungkinkan untuk dapat diakses oleh sektor terkait.

Baca juga: Udang sumbang 36,7 persen ekspor Indonesia

Pewarta: Mentari Dwi Gayati
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2018