Irwanto mengatakan di Jakarta, Rabu, peran media sangat penting untuk bisa menyetop atau bahkan sebaliknya malah bisa melanjutkan stigma negatif tersebut melalui pemberitaan bergantung pada pengetahuan para jurnalis terhadap HIV/AIDS itu sendiri.
"Kalau media yang menyebarkan informasi tidak memahami, bahkan membuat berita tidak benar seperti penularan melalui jarum suntik di bioskop atau tusuk gigi, ini akan jadi runyam," kata Irwanto.
Menurut dia sudah seharusnya pihak-pihak terkait di bidang kesehatan bekerja sama dengan media untuk meningkatkan pemahaman terhadap penyakit HIV/AIDS.
Mantan menteri kesehatan Nafsiah Mboi mengamini pendapat tersebut dengan mengatakan bahwa media massa dan media sosial sangat berperan dalam penyebaran pemahaman yang benar atau salah.
"Di media, atau di sosial media, kalau ada satu kejadian stigma terhadap ODHA, menjadi terus berulang-ulang," kata Nafsiah.
Menurut Menteri Kesehatan RI periode 2012-2014 sudah seharusnya pemahaman masyarakat berubah bahwa HIV/AIDS adalah penyakit kronis biasa yang bisa dicegah, dan apabila dideteksi secara dini bisa diobati serta mencegah penularan.
Penularan HIV hanya terjadi dengan tiga cara yaitu hubungan seksual yang bergonta-ganti pasangan, pertukaran atau kontaminasi darah seperti dalam penggunaan jarum suntik bersamaan, dan secara vertikal yang diturunkan dari ibu kepada anak.
Direktur Kesehatan Keluarga Kementerian Kesehatan Eni Gustina mengatakan hanya sekitar 60-70 persen pemahaman masyarakat yang mengetahui tentang HIV/AIDS dan sebanyak 50 persen orang yang tahu bagaimana cara penularan dan bagaimana mencegahnya.
Baca juga: KPPPA: jangan lagi diskriminasi ODHA/ADHA
Baca juga: Benarkah HIV/AIDS ditularkan lewat ciuman? Ini daftar hoax dan faktanya
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2018