• Beranda
  • Berita
  • LIPI rekomedasikan budi daya untuk keberlanjutan karang

LIPI rekomedasikan budi daya untuk keberlanjutan karang

29 November 2018 00:16 WIB
LIPI rekomedasikan budi daya untuk keberlanjutan karang
Wisatawan melihat kondisi terumbu karang di perairan Teluk Buton, Natuna, Kepulauan Riau, Selasa (1/8/2017). Kabupaten Natuna memiliki potensi wisata bawah air khususnya terumbu karang yang tersebar di seluruh pesisir pantai dan kepulauan. (ANTARA FOTO/M Agung Rajasa)

Dampak sosial dan ekonomi dari budi daya karang adanya penyediaan lapangan kerja bagi penduduk lokal.

Jakarta  (ANTARA News) - Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) sangat merekomedasikan dilakukannya budi daya karang melalui transplantasi secara in-situ (pelestarian dalam habitat aslinya) maupun ex-situ (di luar habitat aslinya) untuk pengelolaan terumbu karang yang berkelanjutan.

"Harusnya kalau dari transplantasi (terumbu karang) bisa dong. Ini perlu didiskusikan lagi dengan Bu Susi (Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti), jangan sampai usahanya dimatikan semua," kata Kepala Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Dirhamsyah dalam diskusi publik tentang Potensi Stok Terumbu Karang Indonesia di Jakarta, Rabu.

Diskusi tersebut terkait penghentian pelayanan penerbitan surat karantina untuk realisasi ekspor karang oleh pemerintah, yang menyebabkan delapan bulan terakhir ekspor tidak bisa dilakukan.

Namun demikian, menurut dia, untuk bisa menjalankan budi daya terumbu karang dan mengakhiri pengambilan dari alam secara bertahap tetap nantinya berpulang pada kesiapan asosiasi pengusahanya juga.

LIPI sebagai scientific authority ia mengatakan telah menyampaikan pembaruan status terumbu karang setiap tahunnya. Selain itu, juga memberikan penilaian potensi sumber daya dan pemanfaatan biota laut, baik pemanfaatan melalui pengambilan dari alam ataupun budi daya.

Sebelumnya ahli terumbu karang Pusat Penelitian Oseanografi LIPI Prof. DR. Suharsono mengatakan sebenarnya pemanenan karang untuk perdagangan tidak menimbulkan penurunan populasi alami dan tidak menyebabkan kerusakan lingkungan.

Pemanfaatan karang yang dilakukan oleh nelayan atau pengusaha karang telah memenuhi persyaratan Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora  (CITES), Non Detrimental Finding (NDF), Tracebility dan Legality.

Nelayan atau pengusaha karang, menurut dia, sudah mengetahui karang yang berharga hanya yang berwarna saja, jadi secara otomatis tidak akan mengambil semua karang dan akan memilih warna-warna baik saja.

"Selama ini kita sudah berdagang karang di level internasional dan tidak ada keluhan. Kita bisa jawab semua pertanyaan CITES," lanjutnya.

Namun demikian ia mengatakan LIPI memang mendorong budi daya yang diterapkan sehingga tidak lagi mengambil dari alam, kecuali untuk indukan saja. Transplantasi karang menjadi rekomedasi, selain pertumbuhannya akan lebih cepat dan bahkan bisa dipanen dalam enam hingga 12 bulan.

Dampak sosial dan ekonomi dari budi daya karang, menurut dia, adanya penyediaan lapangan kerja bagi penduduk lokal. Usaha ini juga dapat menyerap tenaga kerja terampil hingga pemelihara hingga 12.000 orang.

Ketua Umum Asosiasi Koral Kerang dan Ikan Hias Indonesia (AKKII) Dirga Adhi Putra Singkarru mengatakan potensi perdagangan terumbu karang jika tekun dijalankan bisa mencapai kuota hingga 35 juta dolar AS.

Sayangnya, ekspor tidak bisa dilakukan lagi karena pemerintah menghentikan pelayanannya untuk penerbitan surat karantina untuk realisasi ekspor.

Baca juga: LIPI luncurkan indeks kesehatan terumbu karang
Baca juga: Susi tegaskan komitmen Indonesia kelola terumbu karang 

 

Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018