Surabaya bertabur Tabebuya

29 November 2018 10:44 WIB
Surabaya bertabur Tabebuya
Bunga tabebuya bermekaran di Surabaya. (Istimewa)
Surabaya (ANTARA News) - Suasana di Kota Surabaya, Jatim beberapa hari terakhir ini tampak lain dari biasanya. Ada pemandangan indah dan sejuk seiring dengan mekarnya bunga Tabebuya di sepanjang jalan protokol.

Bunga bernama latin Tabebuia chrysotricha ini memang sengaja ditanam di sepanjang jalan protokol Kota Pahlawan. Bunga yang sekilas mirip dengan Sakura ini hanya mekar di ujung musim kemarau.

Bunga-bunga yang mekar berwarna kuning, merah muda, putih dan ungu itu bisa dijumpai di Jalan Embong Malang, Basuki Rahmat, Kertajaya, Raya Gubeng, Ahmad Yani, Mayjend Sungkono dan jalan lainnya.

Mekarnya Tabebuya tentu mampu memanjakan warga yang melintas di jalanan kota. Pun demikian, bunga bermekaran itu juga bisa dijumpai di taman-taman kota Taman Surya, Taman Apsari, Taman Bungkul dan lainnya.

Tidak hanya bunga Tabebuya yang bermekaran, melainkan juga ada bunga kertas, anggrek, bougenville yang berwarna merah muda, putih dan ungu. Bunga-bunga yang bermekaran ini menarik masyarakat umum untuk mengabadikannya lalu diunggah di media sosial.?

Beberapa muda-mudi memanfaatkan mekarnya aneka jenis bunga itu dengan berswafoto. ?Meskipun cuaca sering mendung, suasana di sekitar bunga yang bermekaran terlihat indah.

"Suasana di sini cukup indah. Ini bagus buat foto selfie (swafoto)," kata salah seorang mahasiswa Uiversitas Bhayangkara (Ubara), Riska saat bersantai bersama temannya di Taman Surya yang lokasinya berhadapan langsung dengan Balai Kota Surabaya.

Riska juga menilai bunga Tabebuya bermekaran membuat jalanan kota semakin cantik dan suasananya seperti menikmati mekarnya bunga sakura di Jepang. Warga Nginden Surabaya ini berharap agar Pemerintah Kota Surabaya lebih memperbanyak lagi menanam pohon Tabebuya di jalanan kota maupun taman.

Hal sama juga dialami salah seorang pejalan kaki di Jalan Raya Gubeng, Lisa. Pekerja di salah satu perusahaan advertising ini mengaku senang banyak bunga bermekaran di jalan-jalan.

Bahkan pada saat jam istirahat kerja, ia bersama rekan sekantornya berjalan kaki di trotoar Jalan Raya Gubung untuk sembari menikmati bunga-bunga mirip sakura berguguran di jalan-jalan.

 "Sekalian cari makan siang. Tapi teman-teman kantor ngajak jalan kaki. Ya saya senang saja. Apalagi lihat pemandangan indah," katanya.

? Diketahui Tabebuya adalah jenis tanaman yang berasal dari negara tropis, Brazil. Tabebuya yang sering dijumpai di Indonesia berbentuk terompet dan bergerombol dengan ukuran 3-5 sentimeter. Seringkali banyak orang menyebutnya sebagai tanaman Sakura di Jepang, karena bila berbunga bentuk mirip seperti bunga Sakura.

Tabebuya termasuk jenis pohon besar yang memiliki keunggulan daunnya tidak mudah rontok, serta akarnya tidak merusak rumah atau tembok. Pohon yang bunganya bermekaran di akhir musim kemarau itu juga memiliki struktur ranting yang rindang, serta pohonnya tidak terlalu tinggi. Pohon ini juga berfungsi untuk penyerapan karbon serta polusi kendaraan.

Pemkot Surabaya sendiri mendatangkan pohon tersebut dari Malang dan Kediri sejak 2010. Tabebuya itu kemudian dibudidayakan di Kebun Bibit Surabaya untuk sewaktu-waktu ditanam di sejumlah jalan atau taman.

Tabebuya yang tumbuh di Surabaya memiliki beberapa varian warna, yakni kuning, merah muda, putih, dan warna ungu yang disebut-sebut memiliki kemiripan dengan bunga sakura.

Kabag Humas Pemkot Surabaya M. Fikser mengatakan ide penanaman Tabebuya ini tidak lepas dari inisiatif Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini pada saat masih menjabat sebagai Kepala Dinas Kebersihan dan Pertanaman (DKP) Kota Surabaya.

Namun penanaman pohon Tabebuya saat itu belum banyak. Pemkot Surabaya melakukan penanaman sejumlah jenis pohon dan tanaman secara serius pada 2010 untuk peremajaan ruang terbuka hijau di Surabaya.

Menurut Fikser, mekarnya Tabebuya di Surabaya terjadi dua kali dalam setahun, yakni pada April dan November. Hal ini menjadi fenomena yang unik karena lazimnya bunga ini berkembang di musim kemarau, bukan pada musim menjelang hujan seperti sekarang ini.

"Suasana Surabaya menjadi romantis seperti di negara Sakura. Apalagi?mekarnya di musim hujan ini cukup unik, karena saat mendung, angin berhembus dan suasana pun menjadi romantis," katanya.

Dinas Kebersihan dan Ruang Terbuka Hijau Kota Surabaya sudah menanam ribuan pohon Tabubaye ke sejumlah wilayah termasuk jalan dan taman di Kota Surabaya.

Untuk itu, lanjut dia, pihaknya berencana akan menjadikan momentum bulan Oktober dan November sebagai musim Tabebuya yang diharapkan bisa menarik kunjungan wisatawan untuk datang ke Surabaya.

Ia mencontohkan di Jepang, banyak wisatawan berdatangan ke sana pada saat musim bunga Sakura bermekaran. Hanya saja kalau bunga Sakura jenis warnanya sedikit, namun Tabebuya jenisnya warnanya cukup banyak. Tentunya hal ini menajdi keuntungan sendiri bagi Kota Surabaya.

Destinasi Wisata

Surabaya merupakan kota metropolitan terbesar kedua setelah Jakarta. Surabaya juga dikenal sebagai Kota Pahlawan karena perjuangan heroik rakyatnya dalam membebaskan Indonesia dari cengkeraman Belanda sekutunya.

Meski demikian, kesan ditonjolkan di Surabaya bukan deretan gedung pencakar langit maupun bangunan-bangunan tua bersejarah peninggalan masa lalu. Namun kesan pertama banyak orang adalah bahwa kota ini hijau, bersih, dan rapi.

Betapa tidak, di kota metropolitan berpenduduk lebih dari 3,1 juta jiwa ini, taman-taman dengan aneka pepohonan berdaun hijau nan lebat hadir bak "cendawan di musim hujan" karena banyak dan mudahnya menemukan "paru-paru" kota itu.

Kehadiran taman-taman kota tersebut berpadu dengan pepohonan dan tanaman bunga warna warni yang mengisi ruang-ruang terbuka hijau di lahan-lahan sempit pembatas lajur jalan dan area bawah beton penyangga jalan layang di kota seluas 33.306,30 hektare ini.

Bahkan, upaya menghadirkan kehijauan tanamam di ruang-ruang publik kota yang kaya akan bangunan cagar budaya peninggalan era Kolonial Belanda maupun tapak sejarah masa silam Nusantara ini juga merambah di sejumlah tempat.

Salah satu upaya Pemerintah Kota Surabaya adalah menghidupkan kembali Jalan Tunjungan yang selama ini terkenal dengan slogan "Mlaku-Mlaku Nang Tunjungan" atau jalan-jalan di Tunjungan.?

Slogan ini sengaja dipilih karena faktor sejarah dimana insiden besar perobekan bendera Belanda pada 18 September 1945 di puncak tertinggi Hotel Yamato (sekarang sudah berganti nama menjadi Hotel Majapahit)  terjadi di Jalan Tunjungan.

Siapa yang tidak tahu Jalan Tunjungan, jalan utama yang menghubungkan wilayah utara dan timur Surabaya dengan pusat kota ini, menjadi salah kawasan yang masuk daftar wajib dikunjungi para pelancong saat menginjakkan kaki di Kota Pahlawan.

Sejak 2016, Jalan Tunjungan mulai tampak beda dari sebelumnya. Hal ini dikarenakan pemkot telah melakukan revitalisasi di kawasan tersebut mulai dari pelebaran area pedestrian untuk pejalan kaki diperluas sepanjang lima meter.?

Selain itu juga melakukan renovasi ulang sejumlah bangunan cagar budaya di sepanjang Jalan Tunjungan. Renovasi ini berupa membangun kembali atmosfer tempo dulu di Kota Surabaya, baik secara bentuk bangunan dan pengecatan ulang.

Pemkot juga memasang banyak lampu hias kuno secara berjajar di sepanjang jalan sehingga terlihat eksotik.

Jika diamati, Jalan Tunjungan yang menginspirasi Alphonsius Is Haryanto (Is Haryanto) menciptakan lagu Rek Ayo Rek ini, sekarang mirip Jalan Malioboro Jogjakarta.

Sejumlah tempat wisata di Surabaya yang selama ini menjadi tujuan utama kunjungan wisatawan di antaranya adalah Kebun Binatang Surabaya, Jembatan Suramadu, museum produksi kretek House of Sampoerna, Museum Surabaya, Monumen Kapal Selam, Patung Jalesveva Jayamahe, Tugu Pahlawan, Pantai Kenjeran, Taman Bungkul dan Makam Sunan Ampel, Air Mancur Menari, Jembatan Suroboyo, Jembatan Suramadu, serta Hutan Mangrove Wonorejo.

Dari objek wisata tersebut, sebenarnya ada potensi lain yang bisa digali dan dikembangkan Kota Pahlawan menjadi andalan yakni wisata bahari.

Selain itu, Surabaya juga merupakan basis Tentara Nasional Indonesia (TNI) Angkatan Laut (AL). Markas Komando TNI AL Kawasan Timur (Koarmatim) dan monumen kapal selam berada di kota ini. Perusahaan-perusahaan galangan kapal terbesar Indonesia seperti PT PAL Indonesia juga berada di Kota Pahlawan.

Surabaya juga memiliki Pelabuhan Tanjung Perak yang menjadi pintu masuk dan pemasok berbagai kebutuhan masyarakat ke Indonesia kawasan timur. Surabaya memiliki pelabuhan besar yang selama ini telah disinggahi kapal-kapal pesiar.

Wonderful Indonesia

Banyaknya destinasi wisata yang dimilik Kota Surabaya menjadi kebanggaan tersendiri di kalangan masyarakat. ?

Apalagi hal ini diperkuat Kota Surabaya berhasil mengalahkan Kota Denpasar, Bali dalam ajang penganugerahan Yokatta Wonderful Indonesia Tourism Awards 2018 untuk kategori "best of the best" yang digelar Kementerian Pariwisata di Balairung Soesilo Soedarman, Gedung Sapta Pesona Jakarta pada 20 Juli 2018.

Penghargaan tersebut diberikan langsung oleh Menteri Pariwisata (Menpar) RI Arief Yahya kepada Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini.

Menpar mengatakan Yokatta Wonderful Indonesia Tourism Awards 2018 merupakan bentuk penghargaan kepada kabupaten atau kota yang memiliki komitmen, performansi, inovasi, kreasi dan leadership dalam membangun pariwisata daerah.

 Ada empat indikator penting yang mempengaruhi penilaian dalam penghargaan ini, yaitu kinerja usaha pariwisata, daya saing senilai, ketiga, dimensi pariwisata dan penghargaan Internasional dan Nasional.

Untuk 10 Kota terbaik ditempati oleh Kota Surabaya, Kota Denpasar, Kota Bandung, Kota Semarang, Kota Batam, Kota Yogyakarta, Kota Padang, Kota Makassar, Kota Balikpapan, Kota Palembang.?

Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini mengatakan meski Surabaya mendapat penghargaan dari Kementerian Pariwisata, namun pihaknya akan terus memperbaiki dan mempercantik Kota Pahlawan agar lebih baik lagi.

"Perjuangan belum usai. Mari kita terus bersama-sama membangun Kota Surabaya," ujarnya.

Baca juga: Surabaya klaim sukses turunkan suhu kota hingga 2 derajat
Baca juga: Kawasan Keputih Surabaya disulap jadi taman bunga



 

Pewarta: Abdul Hakim
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018