Direktur Keuangan PT Pertamina (Persero) Pahala N. Mansyuri dalam Penutupan Pertamina Energy Forum (PEF), Jakarta, Kamis mengatakan, semangat peserta PEF 2018 yang berasal dari kalangan akademis, pemerintah, praktisi migas maupun industri non migas, telah memberikan motivasi bagi Pertamina.
“Kami merasa tidak sendiri, karena kehadiran dan kepedulian seluruh elemen bangsa, akan menjadi faktor penentu bagi keberlangsungan bisnis Pertamina, sehingga kami mampu terus berkarya di masa-masa mendatang,” katanya di Raffles Hotel, Jakarta.
Sebagaimana tujuan pelaksanaan PEF 2018, Pahala menambahkan, Pertamina ingin mengajak seluruh pihak untuk bertukar pikiran dan mengeksplorasi sumber-sumber energi yang tersedia di Indonesia. Tak hanya itu, Pertamina juga ingin memaksimalkannya untuk memenuhi kebutuhan energi yang terus meningkat.
PEF 2018 yang berlangsung selama dua hari ini memunculkan banyak gagasan dan ide, baik dari aspek teknologi, kebijakan maupun model-model bisnis yang baru. Dengan ide dan gagasan itu, diharapkan dapat memberikan inspirasi dan bisa diimplementasikan bagi kemajuan energi di Indonesia.
Gagasan dalam gelaran PEF 2018 ini menjadi perhatian khusus bagi Pertamina. Salah satunya adalah aspek teknologi, kebijakan maupun model-model bisnis yang baru. Topik tentang Green Refinery dan optimasi sumber-sumber nabati juga tengah dijajaki sebagai salah satu solusi untuk mengurangi kebutuhan impor BBM.
Sebagai induk dari holding migas Pertamina memiliki intensi kuat untuk mengoptimalkan rantai nilai bisnis gas dan meningkatkan jangkauan gas sebagai energi untuk masyarakat.
“Di sektor energi baru terbarukan, Pertamina juga berkomitmen untuk melebarkan sayap keluar bisnis geothermal, seperti solar dan wind,” tambahnya.
Sementara itu, Corporate Secretary Pertamina Syahrial Mukhtar mengungkapkan, lima tema yang menjadi bahan diskusi PEF tahun ini. Pertama terkait upaya Indonesia fokus pada pengembangan gas yang biaya pengembangannya lebih murah dibanding dengan minyak bumi. Dukungan Pemerintah terutama dalam hal regulasi, perizinan, dan peraturan agar iklim investasi lebih kondusif.
Adapun topik kedua adalah percepatan pengembangan energi bio untuk ketahanan energi. Topik ketiga juga tak kalah menarik, membahas bagaimana penyediaan teknologi untuk mengkonversi hydrocarbon menjadi hidrogen, CO2, dan syntetic gas melalui proses gasification.
“Sebagai teknologi yang telah mature, gasification dapat menghasilkan program akhir yang ekonomis untuk pembangkit listrik dan petrokimia,” jelas Syahrial.
Kemudian topik ke-empat yang adalah alternatif energi di masa mendatang. Sejalan dengan ini, Pertamina berperan untuk mengembangkan produksi baterai lithium di Indonesia.
Topik terakhir, penggunaan sumber gas dari dalam negeri dimana sebesar 58,6 persen produksi gas dialokasikan untuk memenuhi kebutuhan domestik dan sisanya diekspor dalam bentuk LNG.
“Adapun salah satu tantangan terbesar adalah mengintegrasikan koordinasi dan kolaborasi antara pelaku gas dan untuk memberikan nilai maksimum kepada konsumen,” tutupnya.
Baca juga: Pengembangan green refinery dukung implementasi B100
Baca juga: Pengoperasian Blok Mahakam perkuat kedaulatan energi nasional
Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2018