Pada pertemuan yang dinamakan The Archipelagic and Island States Forum (AIS) itu, masing-masing negara mengungkapkan beragam persoalan semisal kemiskinan, air bersih, sampah, hingga isu perubahan iklim.
Negara-negara yang mengikuti forum itu, adalah Kuba, Pulau Comoro, Siprus, Fiji, Guinea Bissau, Indonesia, Jamaika, Madagaskar, Selandia Baru, Papua Nugini, Saint Kitts dan Nevis, Sri Lanka, Seychelles, Singapura, Kepulauan Solomon, Suriname, Timor Leste, dan Inggris.
"Forum ini bisa menjadi ajang berbagi pengetahuan, mencari solusi cerdas dan kreatif, diperbesar dan diperbanyak untuk digunakan oleh pihak-pihak yang membutuhkan," kata Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut B Panjaitan saat membacakan sambutan Presiden Joko Widodo pada forum itu.
Pertemuan tersebut menghasilkan Deklarasi Manado sebagai aksi nyata negara-negara kepulauan menghadapi ancaman perubahan iklim.
Menko Luhut mengharapkan forum negara-negara pulau dan kepulauan ini dapat mendorong keterlibatan bisnis dan solusi keuangan inovatif untuk mendanai proyek perubahan iklim dan mencapai tujuan pembangunan berkelanjutan.
Kesepakatan bersejarah oleh forum yang beranggotakan negara-negara pulau dan kepulauan yang kebanyakan berada di kawasan Asia-Pasifik ini, antara lain berisi aksi mitigasi dan adaptasi perubahan iklim, ekonomi biru.
Selain itu, pemanfaatan laut berkelanjutan yaitu pemanfaatan sumber daya laut dan serta mekanisme pembiayaan inovatif pada tindakan iklim.
Forum AIS diinisiasi oleh Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman bersama dengan dengan United Nations Development Program (UNDP).
AIS merupakan platfom bagi pemerintahan negara-negara anggota untuk terlibat dan berkolaborasi dengan semua pemangku kepentingan-sektor swasta, masyarakat sipil, dan akademisi, tentang inisiatif perubahan iklim dan perlindungan laut.
Menko Luhut mengatakan negara pulau dan kepulauan memiliki sifat-sifat optimistis, adaptif, dan inovatif dalam menyelesaikan berbagai masalah dengan pendekatan yang paling hemat biaya.
Sejarah dan budaya mengajarkan bagaimana negara-negara pulau dan kepulauan menyelesaikan masalah mereka.
Menteri mencontohkan tentang Moana, seorang anak perempuan yang memiliki semangat inovatif dan selalu optimistis dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.
Tokoh Moana diangkat dari film animasi yang menggambarkan petualangan seorang gadis cilik Polinesia mencari jati dirinya.
Menko optimistis sebagai negara kepulauan terbesar di dunia, Indonesia mengambil peran untuk memimpin dan membentuk mekanisme pembiayaan baru untuk mendukung inisiatif perubahan iklim dan proyek-proyek pembangunan di negara-negara anggota Forum.
Di bawah Deklarasi Manado, anggota AIS setuju memperkuat komitmen kerja sama dalam mitigasi perubahan iklim dan manajemen bencana.
Selanjutnya, bekerja sama dalam menghadapi tantangan dan peluang ekonomi, sampah plastik di laut, tata kelola maritim serta mendorong pengembangan tata kelola kelautan.
Country Director United Nations Development Programme (UNDP) untuk Indonesia Christophe Bahuet mengatakan Forum AIS memberikan kontribusi pada Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDG`s).
Forum ini juga berkomitmen membantu negara-negara pulau dan kepulauan yang rentan agar tidak luput dari SDG`s itu.
Ia menjelaskan bawah Forum AIS akan fokus pada solusi pengembangan praktis dan membuka peluang baru bagi negara pulau dan kepulauan kecil yang rentan terhadap perubahan iklim dalam menemukan cara inovatif melindungi sumber daya laut sambil meningkatkan pendapatan mereka.
Bahuet dalam forum itu mengatakan, pembiayaan inovatif adalah dimensi penting dari inisiatif UNDP Indonesia membantu para anggota mengakses mekanisme baru seperti keuangan campuran, keuangan syariah, dan obligasi hijau untuk proyek-proyek di bawah Forum AIS.
Menurut dia, naiknya permukaan laut akibat pemanasan global, negara-negara pulau dan kepulauan, khususnya yang kecil merupakan wilayah yang paling rentan terhadap dampak perubahan iklim.
Gubernur Sulawesi Utara (Sulut) Olly Dondokambey berharap "The Archipelagic and Island States Forum" (Forum AIS) dapat memperkuat kapasitas kerja negara-negara pulau dan kepulauan menghadapi perubahan iklim.
Forum ini dapat menjadi sarana berbagi pengalaman, bersinergi menghadapi persoalan dan menyosialisasikan ancaman perubahan iklim.
Selain itu, memperbaiki kerusakan-kerusakan yang sudah terjadi selama ini serta menghasilkan rekomendasi-rekomendasi, salah satunya berkaitan dengan persoalan sampah.
Sebagai bagian integral dan salah satu provinsi kepulauan di Indonesia, Sulut menyambut gembira pelaksanaan kegiatan dalam rangka memperkuat kerja sama pembangunan negara pulau dan kepulauan.
"Pertemuan ini dapat menjadi katalisator bagi pembentukan kerja sama antarnegara pulau dan kepulauan menghadapi berbagai tantangan dan ancaman, menyesuaikan diri dan meningkatkan ketahanan terhadap dampak perubahan iklim," ujarnya.
Mereduksi
Provinsi Sulut mulai mereduksi penggunaan bahan dasar plastik. Di Kota Bitung misalkan, pemerintah kota mengimbau masyarakat termasuk aparatur sipil negara, membawa wadah yang bisa diisi air minum, meminimalisasi penggunaan air kemasan.
Tak hanya itu, ASN ataupun warga yang akan berbelanja diimbau membawa kantong yang sudah disiapkan dari rumah.
Langkah serupa juga dimunculkan di Kota Manado. Pemerintah setempat mengajak masyarakat dan ASN mereduksi penggunaan plastik.
Kabupaten Minahasa juga demikian, di mana Bupati Royke Roring mengajak warga memulai mengurangi sampah plastik yang sekali pakai.
Sampah plastik merupakan material berbahaya dan mengancam bagi lingkungan, karena tidak mudah untuk terurai.
Langkah konkrit yang bisa dilakukan untuk mengurangi produksi sampah plastik yaitu mereduksi penggunaan gelas plastik dalam kemasan air mineral sekali pakai.
Begitu juga saat berbelanja. Masyarakat diharapkan membawa kantong belanja sendiri tanpa harus menggunakan kantong plastik.
Aksi nyata lainnya yang gencar dilakukan Pemerintah Provinsi Sulut adalah gerakan bersih-bersih pantai yang menyasar kawasan pesisir hingga lokasi wisata Pulau Bunaken dan sekitarnya.
Gubernur Olly Dondokambey mengajak masyarakat menghilangkan kebiasaan buruk membuang sampah ke sungai untuk kelestarian dan kesehatan generasi mendatang.
"Mari kita membangun kesadaran menghentikan kebiasaan membuang sampah ke sungai agar generasi penerus tidak menderita," kata dia.
Banyak kerugian yang akan dialami masyarakat jika masih saja membuang sampah ke sungai, apalagi bila yang dibuang tersebut adalah plastik.
Apabila sampah termakan oleh ikan dan ketika dikonsumsi oleh manusia, terutama ibu yang sedang mengandung, dampaknya sangat membahayakan.
Mengurangi sampah di laut membutuhkan kesadaran penuh masyarakat dalam menghentikan kebiasaan buruk menjadikan sungai sebagai tempat membuang sampah.*
Baca juga: Peneliti: setiap satu meter persegi pantai Indonesia ada 1,71 sampah plastik
Baca juga: Saat ikan paus terdampar
Baca juga: Edukasi terkait sampah plastik akan masuk kurikulum
Pewarta: Karel Alexander Polakitan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018