Kupang, (ANTARA News) - Kepala Dinas Pekerjaan Umum Provinsi Nusa Tenggara Timur Andre Koreh mengatakan dibutuhkan pembangunan sekitar 4.000 embung untuk mengatasi krisis air yang sering kali terjadi di NTT.Dengan kondisi jumlah desa kita ada 3.400 lebih, maka masih dibutuhkan lagi ribuan embung
"Saat ini jumlah embung yang sudah dibangun di NTT ada 1.125 embung, kita butuh sekitar 4.000 embung untuk mengatasi kebutuhan air di daerah ini," katanya di Kupang, Senin.
Ia mengatakan hal itu berkaitan dengan kebutuhan pembangunan infrastruktur air untuk mengatasi krisis air di wilayah Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Ia menjelaskan, pemerintah provinsi di bawah kepemimpinan Gubernur Viktor Bungtilu Laiskodat bersama Wakilnya Josef Nae Soi mengharapkan agar setiap desa di provinsi setempat memiliki satu embung.
"Dengan kondisi jumlah desa kita ada 3.400 lebih, maka masih dibutuhkan lagi ribuan embung," katanya.
Andre mengakui, untuk menuntaskan pembangunan infrastruktur air di daerah itu membutuhkan banyak dukungan terutama biaya yang relatif besar.
Ia mencontohkan seperti untuk pembangunan satu embung kecil saja membutuhkan biaya sekitar Rp1,2 miliar.
"Jadi kita masih butuh banyak dukungan terkait pembiayaan untuk mengatasi persoalan air ini," katanya.
Andre menambahkan, selain embung, daerah setempat juga membutuhkan pembanguan sumber air yang ditampung dalam skala besar melalui bendungan.
Pembangunan bendungan, lanjutnya, merupakan kewenangan pemerintah pusat, dan hingga saat ini sudah dialokasikan sebanyak tujuh bendungan untuk NTT.
Salah satu bendungan yang sudah tuntas dibangun yakni Bendungan Raknamo di Kabupaten Kupang, sedangkan yang sementara dibangun maupun hampir tuntas yakni Bendungan Napunggete di Kabupaten Sikka dan Bendungan Rotiklot di Kabupaten Belu.
"Memang alokasi bendungan untuk kita masih terbatas karena untuk mengatasi kebutuhan air kita butuh sekitar 70 bendungan," katanya.
Baca juga: Presiden mau perbanyak embung di NTT
Baca juga: Presiden: pembangunan embung tingkatkan pasokan air NTT
Pewarta: Aloysius Lewokeda
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018