Sejak hari Sabtu, 1 Desember 2018 terlihat kegiatan yang lain dari biasanya karena diperkirakan jutaan warga negara Indonesia terutama ummat Islam akan menghadiri Reuni Akbar 212 pada 2 Desember. Reuni terkait jatuhnya Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok yang dituduh melakukan penistaan agama. Ucapan Ahok telah menyinggung kehormatan ummat Islam karena dia menyebut-nyebut sebuah surat dalam kitab suci Al Quran saat berada di Pulau Seribu padahal dia bukanlah seorang muslim.
Ahok pun akhirnya dihukum penjara dan kemudian tampil Anis Baswedan menjadi gubernur yang baru bagi sekitar delapan juta jiwa warga di Jakarta pada malam hari dan 10 juta jiwa pada pagi serta siang hari.
Karena itu, untuk mengenang jatuhnya Ahok maka kemudian timbul gagasan agar pada tanggal 2 Desember 2018 dilaksanakan reuni para peserta unjuk rasa pada tahun 2016. Akan tetapi ternyata upaya menyelenggarakan reuni itu tidaklah mudah karena timbul sikap pro dan kontra. Sikap pro muncul karena pendukung reuni ini ingin mengenang peristiwa bersejarah tersebut.
Akan tetapi sebaliknya sikap menentang alias kontra juga muncul. Para penentang reuni ini berdalih kahwa kegiatan ini tak ada gunanya karena toh Ahok sudah jatuh. Kemudian para kelompok kontra ini mengeluarkan dalih bahwa jika acara itu tetap dilaksanakan maka bisa membahayakan Pemilu Presiden-Wakil Presiden dan juga sekaligus Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) yang bersamaan pada 17 April 2019.
Akan tetapi akhirnya pemrakarsa reuni inilah yang menang karena ternyata Mabes Polri bersama Polda Metro Jaya menyetujui kegiatan yang diperkirakan mendatangkan massa jutaan itu.
Sekalipun Polri telah menyetujui reuni ini, ternyata tetap saja ada oknum- oknum yang ingin mengganggu misalnya dengan mengancam akan melakukan kegiatan tandingan yang juga dilakukan di Jakarta.
Akan tetapi kemudian Polda Metro Jaya mengingatkan kelompok kontra Reuni Akbar 212 untuk membatalkan kegiatan tandingan ini, dengan menegaskan bahwa jika kelompok tandingan ini terus bersikeras melakukan ulah mereka maka bisa terjadi bentrokan diantara kedua kelompok. Untung saja, kelompok kontra mundur teratur sehingga akhirnya hanya ada satu kelompok yang tetap melaksanakan acara ini.
Ternyata tenang
Mabes Polri yang merupakan penanggung jawab keamanan di dalam negeri kemudian berkoordinasi dengan Markas Besar TNI untuk bersama-sama melakukan pengamanan acara reuni yang dipimpin bersama-sama Panglima TNI Marsekal TNI Hadi Tjahjanto dan Kepala Polri Jenderal Polisi Tito Karnavian.
Sekalipun Polri dan TNI menyebut apel bersama di Monas ini tujuan utamanya adalah pengamanan Natal dan Tahun Baru serta Pilpres dan Pileg, tetap saja reuni juga menjadi prioritas tinggi.
Persiapan reuni pun mulai dilaksanakan, misalnya dengan sedikitnya mendirikan tiga panggung di Monas yakni untuk beberapa ulama terkemuka, kemudian untuk tokoh-tokoh bukan beragama Islam serta panggung ketiga untuk sesama bangsa Indonesia yang termasuk kelompok disfabel. Kemudian pada hari Sabtu (1/12) sore kawasan Monas dan Mesjid Istiqlal mulai dipadati peserta acara reuni 212 misalnya dari Cianjur, Jawa Barat hingga Deli Serdang, Sumatera Utara.
Peserta atau peninjau juga datang dari luar negeri seperti Malaysia, Singapura bahkan Australia yang ingin langsung melihat apakah bangsa Indonesia terutama ummat Islam mampu memelihara situasi keamanan tanpa terjadinya bentrokan sedikiitpun juga.
Banyak ummat Islam yang sudah "berkemah" di kawasan Monas dan juga Masjid Istiqlal sejaK Sabtu malam agar tak mendapat kesulitan untuk mengikuti acara penting ini. Namun hingga Minggu pagi ternyata ratusan ribu muslim dan muslimah terus berdatangan hingga memenuhi Jalan MH Thamrin, Medan Merdeka Selatan, Medan Merdeka Barat serta sejumlah jalan-jalan utama lainnya.
Ternyata begitu banyak tokoh ummat Islam yang bergabung di Monas mulai dari Ketua Umum DPP Partai Amanat Nasional (PAN) Zulkifli Hasan yang juga merupakan Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR). Juga nampak tokoh Partai Keadilan Sejahtera Hidayat Nur Wahid, juga tampil Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan.
Anies yang merupakan mantan rektor Universitas Paramadina, Jakarta minta, jutaan peserta reuni untuk tetap menjaga keamanan dan ketertiban. Anies mengingatkan bahwa jika ummat Islam berhasil menjaga keamanan dan ketertiban acara ini, maka akan menguntungkan NKRI.
Ternyata serangkaian Reuni Akbar 212 ini yang antara lain pengajian, Shalat Subuh berjemaah serta sambutan berbagai pihak berlangsung aman karena tidak ada bentrokan diantara yang hadir. Sekitar pukul 11.00 WIB sudah ada peserta reuni 212 yang pulang misalnya dengan menumpang kereta rel komuter dari Stasiun Gondangdia.
Akhirnya pada sekitar pukul 14.00 WIB kawasan-kawasan di Jakarta Pusat mulai "sunyi" karena yang terjadi adalah berbagai kegiatan rutin seperti bajaj yang berseliweran mencari penumpang.
Bermanfaatkah?
Rakyat Indonesia akhirnya bisa menyaksikan bahwa tak ada tindak kekerasan diantara sesama warga. Aparat keamanan Polri yang didukung TNI praktis bisa tenang-tenang saja untuk memantau kegiatan yang semula dibayangkan bakal mengerikan.
Sementara itu orang-orang asing sudah berada di Jakarta maupun yang datang secara khusus untuk menonton kegiatan ini bisa kecele karena sama sekali tidak ada bentrokan bahkan tak ada kematian atau korban jiwa. Mereka bisa melihat ummat Islam Indonesia ternyata bisa juga menjaga ketertiban dan keamanan karena bersikap tawadhu alias rendah hati.
Mudah-mudahan tontonan yang menenangkan hati ini akan menambah keyakinan bahwa rakyat Indonesia mampu menjaga dirinya sendiri, tetap menghormati ummat dari agama lainnya atau kelompok yang berlainan apalagi pada 17 April 2019 bakal berlangsung pemilihan umum yang diharapkan berlangsung aman, tertib.*
Baca juga: Perputaran ekonomi dari "Reuni Akbar 212"
Baca juga: F-PKS apresiasi Reuni 212 berjalan damai
Baca juga: Polri apresiasi pelaksanaan Reuni 212 kondusif
Pewarta: Arnaz F. Firman
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018