Ardanti Sutarto selaku Manajer Regional Jawa Timur Program USAID APIK, Rabu menjelaskan, pihaknya terus berupaya untuk mengimplementasikan aksi adaptasi dan pengurangan risiko bencana di wilayah kerjanya termasuk di Kecamatan Gondang, Mojokerto.
"Dalam pelaksanaan kegiatan, kami melibatkan masyarakat, pemerintah desa, dan BPBD agar timbul rasa kepemilikan sehingga keberlanjutan aksi tersebut lebih terjamin. Kamipun berharap agar daerah lain dapat mereplikasi sehingga pada akhirnya, ketangguhan masyarakat pun meningkat," ujarnya.
Sementara itu, Kepala Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Mojokerto, Puji Andriati mengatakan, sistem peringatan dini akan membantu masyarakat di ketiga desa untuk lebih siap siaga dalam menghadapi banjir bandang.
Di samping peluncuran sistem peringatan dini, simulasi bencana banjir bandang juga digelar bersama masyarakat.
"Di musim penghujan seperti sekarang, Kabupaten Mojokerto berpotensi terkena banjir bandang dan tanah longsor, oleh karena itu kami mendukung upaya APIK, karena sistem peringatan dini dapat mengurangi dampak dan kerugian yang dialami masyaraka," ujarnya.
BPBD juga mendorong masyarakat untuk merawat dan melakukan pengawasan bersama agar sistem dapat terus bermanfaat. Tentunya, masyarakat perlu mendapat pelatihan khusus, sehingga dapat mengatasi permasalahan teknis yang mungkin terjadi.
Ia menjelaskan, pemasangan sistem peringatan dini di tepi Sungai Klorak diawali dengan Kajian Kerentanan dan Risiko Iklim yang dilakukan USAID APIK bersama BPBD, pihak swasta, warga, dan Kelompok Kerja Adaptasi Perubahan Iklim dan Pengurangan Risiko Bencana (API-PRB).
Dari kajian tersebut, diketahui desa-desa yang berada di pinggir Sungai Klorak yakni Desa Kalikatir, Dilem, dan Begaganlimo rentan terhadap banjir dan longsor.
Hal ini terbukti dari kejadian banjir yang menimpa Desa Kalikatir pada 26 Maret 2017, di mana desa yang berada di area lebih rendah dibandingkan Begaganlimo dan Dilem ini diterjang banjir bandang setelah hujan turun terus-menerus selama dua jam.
Sistem peringatan dini yang dipasang memiliki keunggulan antara lain transfer data dari sensor sistem ke gateway menggunakan teknologi Lo-Ra (long range), yang memungkinkan pengiriman dan penerimaan data dengan jangkauan luas tanpa memerlukan jaringan seluler.
Selain menghemat biaya karena tidak perlu membayar biaya jaringan seluler, Lo-Ra juga lebih memadai untuk daerah terpencil. Di samping itu, perangkat dibuat dengan basis open source dan menggunakan komponen yang mudah ditemui di pasar, sehingga lebih mudah dibuat ulang.
Di sisi lain, anggota Kelompok Siaga Bencana (KSB) Eko Ferino mengatakan, ini merupakan kali pertama pihaknya mendapat penguatan tentang kesiapsiagaan bencana.
"Sebagai anggota KSB kami bertanggung jawab menjadi penggerak utama dalam aksi pengurangan risiko bencana dan juga saat bencana terjadi. Di KSB juga terdapat penanggung jawab yang bertugas menyampaikan informasi terkait situasi yang berpotensi bencana ke kepala desa dan masyarakat," katanya.
Baca juga: BMKG butuh satelit komunikasi monitoring khusus kebencanaan
Baca juga: Saatnya membangun kembali sistem peringatan dini bencana
Pewarta: Indra Setiawan
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018