Jakarta (ANTARA News) - Kementerian Energi dan Sumberdaya Mineral (ESDM) Republik Indonesia akan mendorong upaya produksi green fuel.Harga green fuel yang mahal ini dikarenakan biaya teknologi prosesnya yang masih tinggi. Namun, dia menilai kendati mahal, green fuel ini bisa menghemat devisa negara
"Selain biodiesel, ke depan juga kita akan mengupayakan untuk memproduksi green fuel," ujar Direktur Bioenergi Kementerian ESDM Andrian Feby Misnah di Jakarta, Kamis.
Dia lebih lanjut menjelaskan bahwa upaya untuk produksi ini masih dalam tahap ujicoba dan pihaknya menjalin kerjasama dengan Pertamina dalam upaya memproduksi green fuel.
"Ada dua proses yang akan dilakukan, bisa dengan full processing kemudian juga dengan membangun plant yang baru. Untuk membangun plant yang baru ini, kita membutuhkan waktu yang cukup lama dan investasi yang cukup besar," ujarnya.
Harga green fuel yang mahal ini dikarenakan biaya teknologi prosesnya yang masih tinggi. Namun, dia menilai kendati mahal, green fuel ini bisa menghemat devisa negara.
"Sekarang kita melihat keberpihakan, harga mahal namun produknya produk lokal, sementara kita mengimpor (bbm) devisanya keluar lebih bagus kita produksi di dalam negeri,", tutur Direktur tersebut.
Upaya pengembangan green fuel ini merupakan peluang yang bagus, mengingat Indonesia bisa memanfaatkan Crude Palm Oil atau CPO untuk bisa menghasilkan solar, bensin dan juga avtur yang selama ini masih diimpor.
"Ketika kita bisa memproduksi dan bisa digunakan tanpa harus ada modifikasi pada mesin, itu akan lebih bagus," katanya.
Dia berharap green fuel ini sudah bisa dikomersialisasikan sekitar tahun 2022 atau 2023.
"Kalau misal nanti dari hasil uji coba ini bisa dipercepat, kenapa tidak. Tapi kalau misal secara normalnya butuh waktu dua tiga tahun untuk itu," katanya usai menjadi pembicara dalam diskusi kebijakan publik bertajuk "Pemakaian B20 Di Industri Tambang: Masalah Dan Solusi".
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018