Bandung (ANTARA News) - Tim Laboratorium Paleontologi Institut Teknologi Bandung (ITB) berhasil menemukan fosil berupa sepasang gading Stegodon berumur plestosen awal atau sekitar 1,5 juta tahun lalu, di Kabupaten Majalengka, Jawa Barat.Temuan ini sangat spektakuler untuk ITB, untuk Geologi, dan Lab kami merupakan temuan gading terbesar di Indonesia di tahun 2018
Direktorat Humas dan Publikasi ITB dalam siaran persnya, Senin, menyatakan penemuan ini termasuk yang terbesar sepanjang 2018 di Indonesia oleh tim Laboratorium dari KK Paleontologi dan Geologi Kuarter, Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian ITB.
Ukuran fosil gading yang ditemukan memiliki panjang lurus dari ujung ke ujung gading 3.30 meter, sedangkan panjang lengkung 3.60 meter.
Temuan ini merupakan hasil kerja tim yang terdiri atas Prof.Dr. Jahdi Zaim (Kepala Lab Paleontologi), Dr. Yan Rizal (dosen), Dr. Aswan (dosen), Dr. Mika R. Puspaningrum (dosen), bersama dengan Wahyu D. Santoso, ST.,MT., (asisten akademik) Nur Rochim,SAP., (teknisi) dan Agus T. Hascsryo, ST., Si., MT., (mahasiswa S3) dan tenaga lokal dari Desa di Majalengka.
Ketua Lab Paleontologi ITB, Prof. Jahdi Zaim mengatakan, fosil gading Stegodon ini didapatkan dengan proses yang cukup panjang, dan pengangkatan fosil juga tidak mudah. Cuaca buruk dan banjir bandang sempat menjadi halangan. Sebab lokasi ditemukan berada di dekat aliran sungai.
Prof Jahdi menjelaskan penemuan gading ini pada dasarnya sudah lama dilakukan sejak lebih dari 5 tahun lalu dan sudah banyak menemukan fosil vertebrata lain tidak hanya Stegodon.
"Selain itu juga ada buaya, dan tumbuh-tumbuhan purba. Awalnya fosil itu terlihat hanya kecil yang terus terang sempat kecewa karena sudah jauh-jauh datang akan tetapi temuannya terlihat rusak dan kecil. Akan tetapi setelah tekun melakukan ekskavasi ternyata gading tersebut luar biasa," katanya.
Menurut dia, lokasi pasti ditemukan fosil Stegodon ini masih belum bisa disebutkan secara detil kepada publik karena masih dalam tahap penelitian. Kemungkinan, di sekitar lokasi tersebut juga masih ada fosil-fosil lain termasuk tengkorak Stegodon tersebut.
"Temuan ini sangat spektakuler untuk ITB, untuk Geologi, dan Lab kami, dan ini merupakan temuan gading terbesar di Indonesia di tahun 2018," ujarnya.
Tim peneliti lain, Dr. Aswan menceritakan awalnya penemuan ini diberitahu oleh penduduk setempat bahwa di salah satu bagian tepi sungai ditemukan fosil yang seperti gading. Setelah digali lebih dalam, didapatkanlah fosil tersebut terdapat dua pasang.
"Sampai akhirnya kita angkat meskipun tidak utuh dan perlu dilakukan rekonstruksi," ujarnya.
Stegodon Tua
Sementara itu Dr. Mika R. Puspaningrum menjelaskan, jika dilihat dari besar ukuran gading, Stegodon ini berjenis kelamin jantan dengan tinggi tubuhnya lebih dari 3 meter. Hal ini termasuk gading Stegodon dewasa bahkan sudah sangat tua dan hal itu terlihat dari ujung gading yang sudah aus atau berbentuk pipih.
"Spesies ini kemungkinan trigonocephalus yang ada di Jawa, kemungkinan saat pulau Jawa ini baru menjadi daratan, dari makanan juga lebih banyak daun dan rumput-rumputan," ujar Ahli Stegodon ini.
Dr Mika menambahkan, karena ditemukan di sedimen yang berupa lempung, jadi kemungkinan Stegodon ini matinya karena terperosok.
Kesulian Proses Ekskavasi
Saat melakukan proses ekskavasi fosil, kesulitan yang dihadapi ialah fosil berada pada batuan pejal dan keras sehingga memerlukan ketekunan dan ketelitian.
Di samping itu, cuaca saat ekskavasi juga sedang turun hujan, bahkan pada saat ekskavasi terkena banjir bandang sehingga lokasi ekskavasi fosil terkena banjir dan galian fosil terendam air. Dengan kondisi lapangan yang terkena banjir, maka ekskavasi dihentikan untuk menunggu agar air surut.
Akibat terendam air banjir, kondisi fosil menjadi rapuh, begitu juga batu lempung menjadi tambah liat sehingga semakin menyulitkan untuk ekskavasi pengambilan fosil.
Setelah seharian ekskavasi, akhirnya fosil Gading Stegodon dapat diangkat, tetapi dalam keadaan yang lapuk dan rapuh sehingga hancur terfragmentasi. Semua hancuran fosil tersebut dibawa ke Lab. Paleontologi ITB, lalu dibawa ke Museum Geologi Bandung untuk restorasi dan rekonstruksi.
Nur Rochim selaku teknisi tim mengatakan, teknik pengambilan gading di lapangan sangat sulit karena jarak dari jalan raya ke lokasi jauh, sehingga sulit diangkat menggunakan alat besar dan alat berat.
Oleh karena itu gading diangkat menggunakan tenaga lokal secara manual. "Adapun pengambilan sangat sulit karena pada saat itu cuaca sedang tidak bersahabat, hujan deras, di sini pun (fosil) banyak yang tidak bisa keangkat secara utuh," ujarnya.
Dia melanjutkan, ada teknik khusus yang dilakukan dan sebelum diangkat, gading ini dicetak terlebih dahulu memakai gypsum, ditempel pakai serat-serat kain halus agar terdapat cetakan.
Cetakan tersebut akan sangat berfungsi apabila gading ini tidak didapat secara utuh. "Jadi tidak sembarang diangkat," katanya.
Karena ini gading yang ditemukan sepasang, kemungkinan masih ada fosil lain di bawah gading tersebut.
Untuk mengeluarkan fosil lain itu, diakui Dr. Yan Rizal sebagai dosen dan anggota tim, perlu dana tak sedikit. Temuan ini sangat penting untuk melihat fosil utuh Stegodon dan untuk penelitian lanjutan.
Selama ekskavasi di lapangan, transportasi fosil ke Bandung dan rekonstruksi/restorasi dilakukan oleh para ahli dari Museum Geologi Badan Geologi Bandung yang juga dapat terlaksana atas bantuan finansial dari LAPI ITB. Kini fosil tersebut dipajang di Lobby Prodi Teknik Geologi ITB.
Baca juga: Fosil gading gajah purba ditemukan warga Ngawi
Baca juga: Bojonegoro pasar gelap fosil binatang purba
Pewarta: Ajat Sudrajat
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018