"Dengan mengimplementasikan kebijakan-kebijakan pro lingkungan tersebut, Indonesia diprediksi mampu mempertahankan pertumbuhan ekonomi di angka 5-6 persen pada 2045," ujar Bambang dalam keterangan resmi yang diterima Antara di Jakarta, Senin malam.
Sebagai salah satu negara dalam daftar 10 ekonomi terbesar di dunia berdasar produk domestik bruto yang diukur dengan paritas daya beli, Indonesia berhasil mencapai pertumbuhan ekonomi yang sangat konsisten Indonesia dalam sepuluh tahun terkahir.
Dalam periode 2007-2017, ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata 5,69 persen per tahun. Indonesia juga telah berhasil memangkas tingkat kemiskinan sejak 1999, hingga mencapai di bawah 10 persen pada 2018. Namun, harus diakui pula bahwa ada kalanya pertumbuhan ekonomi tak melulu membawa kabar positif, terutama bagi lingkungan dan perubahan iklim.
Oktober 2018 lalu, Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) baru saja merilis Special Report on Global Warming of 1.5ºC, sebuah laporan yang mengulas dampak perubahan iklim terkait naiknya pemanasan global sebesar 1,5 derajat celsius dan efek rumah kaca.
Naiknya suhu bumi antara 1,5-4 derajat Celsius akan mempengaruhi produksi makanan dan meningkatkan risiko bencana yang disebabkan perubahan iklim.
Pembakaran lahan gambut akan membuat kualitas hidup masyarakat menurun. Penggunaan energi dan pengelolaan lahan yang tidak berkelanjutan akan menimbulkan krisis energi dan air. Fakta-fakta tersebut hanya sedikit dari banyaknya dampak negatif perubahan iklim bagi Indonesia.
"Indonesia menyadari betul dampak negatif dari perubahan iklim, keadaan yang sudah dirasakan, serta potensi yang mungkin terjadi. Untuk itu, Indonesia meluncurkan Pembangunan Rendah Karbon (PRK) atau Low Carbon Development Indonesia (LCDI) yang akan menjadi salah satu sorotan utama dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024.
Pemerintah Indonesia sudah menyiapkan empat kebijakan menuju PRK, yakni memperbaiki kualitas lingkungan, meningkatkan penggunaan energi baru dan terbarukan dan memperbaiki efisiensi energi, memperbaiki produktivitas pertanian, dan mendorong penanaman kembali lahan hutan sekaligus mengurangi deforestasi," kata Bambang.
Implementasi PRK akan didukung dengan instrumen pendanaan dan investasi yang inovatif, semisal skema "blended finance" hingga "green bonds". Selain itu, Kementerian PPN/Bappenas juga telah membentuk Indonesia Climate Change Trust Fund (ICCTF) yang bertugas untuk mengimplementasikan pengembangan PRK yang mendorong aksi pencegahan perubahan iklim di tingkat komunitas.
Salah satu contoh peran ICCTF adalah kolaborasi dengan Universitas Gajah Mada dalam mengembangkan inovasi yang mampu meningkatkan produksi tanaman dengan menggunakan sistem intensifikasi beras. Dengan teknologi tersebut ke dalam sistem pertanian, produksi padi meningkat dari 5,4 ton per hektare menjadi 12 ton per hektare, emisi berkurang karena penggunaan pupuk non organik juga menurun, dan isu kekurangan air juga teratasi.
Transisi menuju energi baru dan terbarukan yang lebih efisien juga terus didorong dengan berpedoman pada tiga pilar pembangujnan energi, yakni pemenuhan kebutuhan energi domestik melalui diversifikasi energi dan program konservasi, peningkatan nilai sumber daya dengan pengembangan industri hilir (downstream industry), dan pengembangan regional untuk pertumbuhan ekonomi yang lebih merata. Meski memiliki potensi energi baru dan terbarukan hingga 441,7 GW, namun Indonesia baru menggunakan dan membangun fasilitas dengan total energi sebanyak 9,18 GW, atau hanya dua persen dari potensi yang dimiliki.
Untuk itu, pemerintah menargetkan bauran energi sebesar 31 persen pada 2050 yang tertuang dalam Rencana Umum Energi Nasional (RUEN). Hal tersebut membuka kesempatan yang semakin luas bagi investor dan pelaku pembangunan untuk menyasar sektor energi baru dan terbarukan.
Kementerian PPN/Bappenas memfasilitasi solusi pendandaan dengan mengembangkan RE-Pro, daftar proyek dengan energi baru dan terbarukan berisi rangkuman proyek-proyek yang telah siap untuk pendanaan. Daftar tersebut juga mendesain pendanaan untuk menyalurkan pinjaman lunak dari partner pembangunan dan institusi pendanaan hingga menghasilkan "Independent Power Producer".
"Kunci keberhasilan implementasi energi baru dan terbarukan di Indonesia adalah meningkatkan peran para pemangku kepentingan, baik publik maupun swasta, dengan menyediakan proyek yang tersusun rapi dengan detail lengkap agar kesesuaian dengan kebutuhan investor dapat dipenuhi," ujar Bambang.
Baca juga: Bappenas: Indonesia juara dalam urusan pembangunan rendah karbon
Baca juga: Sistem evaluasi pembangunan rendah emisi perlu dikembangkan
Baca juga: Pemerintah siapkan ICCTF+ sebagai mekanisme pendanaan iklim
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2018