"Dari sekitar 2.000-an perusahaan, kurang dari 10 persen yang menerapkan SMK3," kata Kasubdit Pengkajian dan Standarisasi Direktorat Bina K3 Kementerian Ketenagakerjaan M Idham di Kementerian Kesehatan Jakarta, Selasa.
Menurut dia, jika baru sedikit perusahaan yang menerapkan SMK3 dalam lingkungan kerja perusahaan sangat berisiko terjadi kecelakaan kerja.
Berdasarkan data Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) jumlah kecelakaan kerja kerap terjadi setiap tahunnya dengan jumlah yang fluktuatif.
Pada tahun 2015 terjadi 110.285 kasus, 105.182 kasus pada 2016, dan 80.392 kasus pada 2017.
Menurut Idham, jika perusahaan tidak menerapkan SMK3 bisa menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja dan membengkaknya biaya klaim kesehatan.
Direktur Kesehatan Kerja dan Olahraga Kemenkes Kartini menjelaskan berbagai peraturan yang dikeluarkan oleh Kemenkes dan Kemenaker sudah cukup banyak untuk menjadi panduan dan ketentuan teknis agar perusahaan menerapkan SMK3.
Kemenkes menerbitkan buku Pedoman K3 yang bisa digunakan sebagai acuan membangun budaya K3 di perusahaan.
Dalam buku tersebut dijelaskan standar keselamatan dan kesehatan kerja mulai dari peningkatan pengetahuan kerja, pembudayaan perilaku hidup bersih dan sehat di tempat kerja, penyediaan ruang ASI dan pemberian kesempatan memerah ASI bagi ibu menyusui, kegiatan aktivitas fisik, pemeriksaan kesehatan, dan menerapkan ergonomi tempat kerja.
"Perlindungan bagi pekerja perlu dilakukan sebagai upaya meningkatkan efektivitas keselamatan dan kesehatan pekerja selaku penggerak roda perekonomian bangsa, aset bagi tempat kerja, tulang punggung keluarga, dan pencetak generasi penerus bangsa," kata Kartini.
Baca juga: Kemnaker-AGII kerja sama bidang K3
Baca juga: 956 perusahaan raih predikat nihil kecelakaan kerja
Baca juga: Indonesia rekomendasikan standar K3 Eropa
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2018