"Detektor angin puting beliung dipasang di Desa Karangrejo, Kecamatan Sumbersari sebanyak dua buah, dan satu alat di Desa Pakusari, Kecamatan Pakusari, sedangkan untuk detektor tanah longsor dipasang di Desa Suci, Kecamatan Panti, dan di Desa Pace, Kecamatan Silo," kata ketua tim pembuat alat detektor Januar Fery Irawan di Kabupaten Jember, Jumat.
Menurut dia, khusus detektor angin puting beliung yang diciptakan bekerja dengan cara mengukur kecepatan angin yang datang, sehingga pihaknya menempatkan anemometer analog yang fungsinya mengukur kecepatan angin dan jika kecepatan angin mencapai 35 kilometer per jam, maka otomatis sensor akan mendeteksi sebagai gejala angin puting beliung dan sirine akan berbunyi.
"Sirine akan berbunyi selama kurang lebih 10 hingga 15 menit guna memperingatkan warga sekitar, sehingga memiliki waktu untuk menyelamatkan diri," katanya.
Untuk diketahui, kata dia, proses terbentuknya angin puting beliung didahului oleh angin yang kecepatannya bertambah secara bertahap.
Ia mengatakan penempatan detektor angin puting beliung di lokasi Desa Karangrejo, Kecamatan Sumbersari dan Dusun Gempal, Kecamatan Pakusari berdasarkan riwayat terjadinya bencana sebelumnya karena Desa Karangrejo pernah dilanda angin puting beliung hingga merobohkan pohon-pohon besar di tepi jalan pada 2017.
Padahal, kata dia, di sekitarnya terdapat sekolah dan merupakan jalan yang menjadi urat nadi transportasi di wilayah ini, sehingga tim peneliti Unej berinisiatif menempatkan dua detektor di pinggir jalan dan di sekitar perumahan warga.
"Harapannya, jika terjadi angin puting beliung maka warga sekitar bisa bersiap-siap agar tak ada korban jiwa, apalagi suara sirine bisa menjangkau wilayah seluas 1 kilometer," kata dosen yang menyelesaikan magisternya di Hokkaido University, Jepang itu.
Sementara itu Ketua RT 02 RW 12 di Dusun Gempal, Desa Pakusari, Mahfud mengatakan bencana puting beliung yang terjadi di desanya pada tahun 2017 menyebabkan satu gudang dan 11 rumah rata dengan tanah serta satu warga meninggal dunia dan puluhan warga menderita luka-luka.
"Kami berterima kasih dengan adanya detektor angin puting beliung yang dipasang di dusun kami, sehingga warga mendapatkan peringatan dini jika ada angin puting beliung yang datang," katanya.
Detektor angin puting beliung karya empat dosen Fakultas Teknik Unej itu ditempatkan di halaman Masjid Baitur Ridho yang juga sekaligus menjadi titik kumpul warga jika ada bencana alam dan detektor angin puting beliung di Dusun Gempal terpasang sejak Oktober 2018.
Sedangkan detektor longsor cara kerjanya hampir mirip dengan detektor angin puting beliung, namun bedanya sensor ditanam di dalam tanah sehingga bisa mendeteksi gerakan tanah yang terjadi.
"Sensor yang kami tanam mampu mendeteksi gerakan tanah hingga pergeseran lima milimeter dan jika terjadi gerakan tanah selama 1 menit maka sensor akan memerintahkan sirine untuk berbunyi, sehingga masih ada waktu bagi warga untuk menyelematkan diri," kata peneliti lainnya Satrio Budi Utomo.
Ia mengatakan pemasangan detektor longsor di Desa Suci Kecamatan Panti dan Desa Pace Kecamatan Silo karena kedua daerah tersebut termasuk daerah rawan longsor, sehingga tim Fakultas Teknik juga bekerja sama dengan Pusat Lingkungan dan Kebencanaan Lembaga Penelitian dan Pengabdian Masyarakat (LP2M) Unej untuk memberikan sosialisasi mitigasi bencana di tiap lokasi detektor ditempatkan.
Tim peneliti dari Fakultas Teknik Unej itu ingin mengembangkan detektor tidak hanya untuk deteksi dini bencana alam angin puting beliung dan longsor saja, namun dikembangkan untuk deteksi dini bencana lainnya.
"Tahun depan kami berencana bekerja sama dengan Taman Nasional Meru Betiri untuk menciptakan detektor kebakaran lahan. Sementara untuk kawasan pantai Puger kami ingin membuat detektor gelombang tinggi, harapannya meminimalkan korban jiwa para nelayan Puger," katanya.
Baca juga: Menristekdikti tetapkan Unej pusat unggulan bioteknologi pertanian dan kesehatan
Baca juga: 62 persen wilayah Indonesia sudah masuki musim hujan
Pewarta: Zumrotun Solichah
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018