Poin sinergitas TNI dan Polri kerap menjadi hal yang ditekankan dalam pernyataan-pernyataan pemimpin dua institusi itu. Sinergitas yang digembar-gemborkan itu dinilai akan memperkuat hubungan kedua institusi itu lantaran sebelumnya sering kali terjadi bentrok aparat negara tersebut.
Hubungan antara TNI dan Polri beberapa kali sempat 'memanas' dan terjadi bentrokan di beberapa daerah. Namun, dengan sinergitas TNI dan Polri diharapkan hubungan keduanya bisa terjalin dengan baik.
Namun, sinergitas TNI Polri yang sudah dibangun kedua institusi selama satu tahun itu tercoreng dengan aksi pembakaran Mapolsek Ciracas, Jakarta Timur, pada Rabu dinihari (12/12) yang diduga dilakukan oleh oknum TNI yang merasa tidak puas terhadap penanganan kasus pengeroyokan rekannya oleh juru parkir dua hari sebelumnya.
Sejumlah oknum TNI diduga kuat menjadi aktor aksi pembakaran lantaran pengakuan sejumlah saksi, bahwa pelaku perusakan berciri-ciri badan tegap dan rambut pendek atau cepak.
Peristiwa pengeroyokan seorang anggota TNI Angkatan Laut dan anggota Paspampres oleh sekelompok juru parkir di kawasan Cibubur, Jakarta Timur yang terjadi pada Senin (10/12) lalu juga menguatkan dugaan ini.
Kepala Polda Metro Jaya Inspektur Jenderal Idham Aziz menduga pelaku pembakaran adalah mereka yang tidak puas karena jajaran Polsek Ciracas belum berhasil menangkap seluruh pelaku pengeroyokan itu.
"Itu massa yang kurang puas atas penanganan kasus yang terjadi sehari sebelumnya," kata Idham, Rabu (12/12).
Kepala Penerangan Kodam Jaya/Jayakarta Kolonel Infanteri Kristomei Sianturi menegaskan pihaknya akan memproses sesuai aturan hukum yang berlaku apabila ditemukan anggota TNI yang terlibat aksi pembakaran Mapolsek Ciracas.
Menurut dia. keputusan itu berdasarkan instruksi langsung dari Panglima Kodam Jaya Mayor Jenderal TNI Joni Supriyanto. "Bila memang ada anggota Kodam Jaya yang terlibat pasti akan kita proses sesuai aturan dan hukum yang berlaku," kata Kristomei.
Tidak berdampak serius
Pembakaran Mapolsek Ciracas oleh sekelompok angggota TNI dinilai tidak akan berdampak serius bagi sinergi antara TNI dengan Polri yang secara kelembagaan sudah dibangun oleh Kapolri dan Panglima TNI.
"Sinergi TNI-Polri saya lihat jauh di atas kepentingan masing-masing korps, sebab memang secara objektif dibutuhkan demi kepentingan bersama rakyat, bangsa, dan negara," kata Ketua Badan Pengurus Setara Institute, Hendardi.
Namun demikian, tetap harus diwaspadai kemungkinan meluasnya sentimen psikologis di level anggota dan prajurit. Sebab dua kesatuan ini sama-sama memiliki esprit d’corps yang sama-sama kuat.
"Apalagi kasus ini bukan kasus tunggal. Sebelumnya sudah pernah terjadi beberapa peristiwa serupa. Untuk itu, Kapolri dan Panglima harus mengambil tindakan yang lebih sistemik lagi untuk memastikan sinergi itu terjadi di level anggota dan prajurit di level paling rendah," tuturnya.
Selain itu perlu penanganan yang lebih komprehensif lagi, jangan-jangan psikologi permusuhan itu memang masih tersisa di tubuh anggota dan prajurit sebagai dampak dari kebijakan demiliterisasi pasca reformasi.
Berkenaan dengan substansi kasus di Ciracas itu, apa yang dilakukan oknum prajurit merupakan pelajaran hukum yang tidak baik. Seharusnya setiap kasus pidana dipercayakan penanganannya kepada aparat kepolisian.
"Tidak boleh ada intervensi kepada kerja-kerja kepolisian apalagi dengan tindak kekerasan dan eigenrichting, tindakan main hakim sendiri," kata Hendardi.
Jiwa korsa berlebihan
Pembakaran Polsek Ciracas yang diduga dilakukan oknum TNI merupakan jiwa korsa yang berlebihan yang tidak pada tempatnya.
Penyerangan dan kekerasan ke kantor polsek juga tidak dibenarkan dengan alasan apapun. Siapapun masyarakat di negeri ini harus menghormati mekanisme proses hukum yang ada.
Jika ada ketidakpuasan atas proses hukum yang dijalani kepolisian bisa mengadukan ke lembaga independen seperti Kompolnas atau Komnas HAM.
"Siapapun yang melakukan serangan ke kantor kepolisian itu harus di proses hukum secara benar dan objektif. Walaupun dia oknum anggota TNI, maka proses hukum terhadap mereka tetap harus dilakukan karena Indonesia adalah negara hukum maka siapapun yang melakukan kekerasan wajib di proses hukum," kata Direktur Eksekutif Imparsial, Al Araf.
Ia menilai aksi oknum anggota TNI itu tentu tidak akan mengganggu hubungan TNI dan Polri yang sudah berjalan baik selama ini.
"Jika memang itu dilakukan oknum TNI, penyerangan itu hanya dilakukan segelintir oknum saja sehingga tidak akan mengganggu hubungan TNI-Polri secara institutsional yang sudah berjalan baik selama ini," katanya.
Namun demikian, pimpinan TNI-Polri perlu membangun pemahaman jiwa korsa yang tepat ke bawahannya dan memberikan pemahaman lebih serius tentang pentingnya penghormatan atas hukum di dalam negara hukum.
Jangan terpancing
Menjelang pelaksanaan Pemilu 2019, TNI dan Polri diharapkan tidak terpancing untuk melakukan keributan yang dapat mengganggu keamanan nasional. "Jagalah NKRI ini agar tetap damai dan aman," kata pengamat militer dan intelijen, Susaningtyas Kertopati.
Wanita yang biasa disapa Nuning ini, menyebutkan, secara kekinian TNI harus menjaga tertatanya dengan baik mulai dari integrasi sistem informasi, interoperability sistem informasi hingga "composability" sistem informasi.
"Semua itu agar informasi perkembangan keadaan yang ada dapat terintegrasi dan diterima dengan tepat dan cepat oleh prajurit utamanya yang berada dilapangan sehingga tak ada kesalahpahaman," tuturnya.
Adapun kejadian di Ciracas itu harus ada analisa intelijen dari Polri maupun TNI yang dapat menguak embrio penyebab kejadian.
"Jangan hilangkan fakta apabila ada peran pihak ketiga entah itu preman ataupun oknum yang ingin membuat citra keamanan nasional kita buruk. Ingat saat ini tahun politik bisa saja ada oknum yang sengaja mengadu domba atau memancing perkelahian dengan tujuan tertentu," paparnya.
Peristiwa pembakaran Mapolsek Ciracas itu, kata lulusan doktor bidang komunikasi intelijen ini, jangan langsung dikatakan awal dari hancurnya sinergitas TNI dan Polri, tetapi harus dapat dilihat sebagai ujian yang harus diselesaikan hingga ketingkat dasar masalah agar tidak terulang kembali.
"Karena kedua institusi itu bersenjata, akan sangat berbahaya. Apa yang selama ini dilakukan saya rasa sudah baik dalam penyelesaian masalah perseteruan. Tapi, saya lihat selalu saja seolah-olah semua sudah akur dan damai kembali hanya dengan mempertontonkan olah raga, bernyanyi dan makan bersama tanpa kita ketahui apa yang jadi masalah perkelahiannya. Apakah itu masalah ekonomi, sosial, politik atau budaya?," tuturnya.
Namun demikian, dirinya mengapresiasi sinergitas TNI Polri yang digagas oleh Panglima TNI dan Kapolri berhasil menciptakan rasa aman bagi masyarakat.
Nuning meyakini meski terjadi pembakaran Polsek Ciracas yang diduga dilakukan oleh oknum TNI, namun tidak akan sampai merusak sinergitas TNI dan Polri.
"Karena kedua belah pihak kan sudah punya sumpah jabatan dan aturan (SOP) dalam bertugas yang didalamnya juga dituntut menjaga persatuan kesatuan bangsa negara. Lebih dari itu semua tahu ini perbuatan oknum bukan institusi," paparnya.
Jaga sinergitas TNI-Polri.
Tindakan tegas
Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan (Menko Polhukam), Wiranto pun angkat bicara terkait pembakaran Mapolsek Ciracas tersebut.
Ia meminta TNI menghukum secara tegas sesuai aturan kepada oknum yang diduga terlibat dalam penyerangan Mapolsek Ciracas.
Penegakkan hukum itu dilakukan demi menjaga sinergita TNI-Polri.
"Kalau diduga ada oknum yang tidak taati atasan ya ditindak tegas saja, dihukum karena ada aturan dan undang-undangnya, karena tindakan itu menyalahi sinergitas TNI-Polri yang sudah dibangun oleh Kapolri dan Panglima TNI, jadi kalau ada aparat keamanan yang lakukan kesalahan dihukum saja," ucapnya.
Dengan adanya kasus itu, Panglima TNI dan Kapolri bisa memberikan arahan kepada anggotanya agar peristiwa itu tidak terulang kembali. Mudah-mudahan sinergitas TNI-Polri dapat terjaga agar keamanan nasional bisa berjalan dengan baik.
Baca juga: Kapendam Jaya: Situasi kondusif pascapembakaran Mapolsek Ciracas
Baca juga: Lemkapi: Tangkap perusak Mapolsek Ciracas
Oleh Syaiful Hakim
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2018