Jakarta (ANTARA News) - Pada tahun 2017, Presiden Joko Widodo menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) Nomor: 41 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Peraturan Pemerintah Nomor 47 Tahun 2007 tentang Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan.Bintan memiliki posisi yang sangat strategis di Indonesia yaitu dekat dengan Selat Malaka dan Selat Philipina serta negara Asia lainnya seperti Singapura dan Malaysia
Dalam perubahan ini disebutkan, kawasan Bintan ditetapkan sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas untuk jangka waktu 70 (tujuh puluh) tahun sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah ini.
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan meliputi sebagian dari wilayah Kabupaten Bintan dan sebagian dari wilayah Kawasan Industri Galang Batang, serta seluruh Kawasan Industri Maritim, dan Pulau Lobam.
Kemudian, sebagian dari wilayah Kota Tanjung Pinang yang meliputi Kawasan Industri Senggarang dan Kawasan Industri Dompak Darat.
Sementara itu, susunan organisasi dan tata kerja Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan ditetapkan dengan Keputusan Ketua Dewan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan.
Menurut PP ini, pada saat Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku, Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan tetap melaksanakan tugas dan wewenangnya sampai dengan ditetapkan susunan organisasi dan tata kerja Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas Bintan.
Bintan memiliki posisi yang sangat strategis di Indonesia yaitu dekat dengan Selat Malaka dan Selat Philipina serta negara Asia lainnya seperti Singapura dan Malaysia.
Ketersediaan lahan di Bintan masih luas sehingga memberikan peluang bagi investor untuk bisa berinvestasi di pulau itu.
Melihat potensi yang dimiliki Bintan, KBRI Singapura dan Badan Pengusahaan (BP) Tanjung Pinang menggelar Tanjung Pinang Investment Forum di Hotal Pan Pacific Singapura, Senin (17/12).
Sebanyak 50 investor dan pelaku usaha asal Singapura hadir pada forum bisnis itu.
Kegiatan tersebut secara khusus menawarkan paket investasi di Kawasan Perdagangan Bebas (Free Trade Zone/ FTZ) Tanjung Pinang, pulau Bintan.
Duta Besar Indonesia untuk Singapura Ngurah Swajaya bersama Kepala BP Tanjung Pinang Den Yealta meyakinkan investor Singapura untuk berinvestasi di Kawasan Perdagangan Bebas yang dikelola BP Tanjung Pinang.
Kepala BP Tanjung Pinang, Den Yealta, menawarkan dua kawasan FTZ ke investor Singapura, yaitu, FTZ Dompak dan FTZ Senggarang.
Untuk kawasan FTZ Dompak fokus pada pengembangan cluster industri halal, dan industri komestik seluas 100 hektar dan memiliki nilai USD 115 juta.
Sementara untuk kawasan FTZ Senggarang kita sudah mempersiapkan lahan seluas sekitar 25 hektar dengan nilai USD 12 juta, rencananya kawasan ini dapat dimanfaatkan untuk pengembangan resort bagi pensiunan (elderly residence) asal Singapura dan RRT, ujar Yealta.
Sementara itu Dubes RI Singapura, Ngurah Swajaya juga meyakinkan investor asal Singapura bahwa FTZ yang dikelola BP Tanjung Pinang merupakan bagian dari kerangka kerjasama atau Working Group (WG) Batam, Bintan, Karimun (BBK) RI-Singapura.
"Kerjasama investasi BBK merupakan prioritas bagi kedua negara, dan kawasan BBK ini memiliki nilai strategis yang sangat tinggi, karena letak geografisnya yang berada antara Singapura dan Malaysia, serta dekat dengan hub lalu lintas udara dan laut," ujar dia.
Selain itu, seiring dengan berlanjutnya ketidak-pastian kondisi bisnis dunia akibat retorika perang dagang antara RRT dan AS, kesiapan kawasan industri BBK, khususnya Tanjung Pinang harus dapat mengantisipasi trend relokasi kawasan industri baik dari RRT, Taiwan dan Asia Timur lainnya ke Batam, Bintan dan Karimun, khususnya Tanjung Pinang.
Peluang lainnya, menjadikan Tanjung Pinang sebagai production base untuk pasar ASEAN dengan 630 juta penduduk serta mengantisipasi penyelesaian perundingan Regional Comprehensive Economic Partnership (RCEP) pada tahun 2019 sebagai kerja sama ekonomi komprehensif terbesar di dunia.
Dubes Ngurah juga menyambut baik penawaran paket investasi BP Tanjung Pinang yang konkrit dan fokus disesuaikan keunggulan wilayahnya, terutama untuk pengembangan kawasan khusus retirement resort untuk menampung silver hair generation atau kalangan pekerja Singapura yang akan memasuki masa-masa pensiun.
"Kita berharap pengembangan kawasan residensial ini dapat terintegrasi dengan pengembangan rumah sakit, fasilitas medis, riset dan pendidikan terpadu," ujar dia.
Dubes Ngurah berharap apa yang dilakukan oleh BP Tanjung Pinang dapat dicontoh oleh Pemerintah Daerah yang lain.
"Kita sekarang harus merubah paradigma, bukan hanya menjual potensi, namun harus menjual paket investasi konkrit dengan kemudahan baik iklim perijinan maupun infrastruktur penunjang dan bukan saja bicara potensi secara umum, namun kebih mendorong agar kegiatan ini menimbulkan kontak yang selanjutnya menjadi kontrak," ujar Dubes Ngurah.
Diharapkan dengan adanya sinergi yang kuat antara KBRI Singapura, BP Tanjung Pinang dan stakeholders terkait lainnya, investor semakin yakin untuk menanamkan modalnya di Tanjung Pinang.
Sementara itu, 5 investor Singapura menyatakan minatnya untuk mengembangkan retirement resort dan kawasan kesehatan terpadu bagi kalangan lansia.
"Paket investasi ini sangat menarik, karena saat ini "demand" untuk tempat peristirahatan bagi lansia merupakan pasar yang cukup menjanjikan dan pemerintah RI juga sudah memiliki kebijakan visa lansia yang memungkinkan masa tinggal di Indonesia dalam waktu cukup lama," ujar Zhang Handong dari Zhejian Commercial.
Zhang Handong mengharapkan pengembangan kawasan semacam ini terintegrasi dengan, pengembangan kawasan terpadu rumah sakit dan fasilitas kesehatan lainnya.
Sementara, Robby Asianto pelaku usaha diaspora Indonesia di Singapura juga menyatakan minatnya untuk mengembangkan wilayah FTZ Senggarang.
"Tipe resort seperti ini memang sedang diminati banyak oleh orang Singapura," jelasnya.
Sementara perwakilan dari Singapore Malay Chamber of Commerce and Industry (SMCCI), Muhammad Abdul Kadir, menyatakan minat dari organisasinya untuk mengembangkan wilayah FTZ Dompak, dengan kombinasi cluster industri halal dan kosmetik Islami.
"Kedekatan geografis antara Tanjung Pinang dengan Singapura dan Malaysia, dapat dijadikan tempat untuk pengembangan industri manufaktur dengan pangsa pasar masyarakat melayu baik di Singapura ataupun di Malaysia," ucapnya.
Bintan terus berusaha menarik investor seiring ditetapkannya kawasan ini sebagai Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas untuk jangka waktu 70 (tujuh puluh) tahun sejak diberlakukannya Peraturan Pemerintah ini.
Bintan dengan lokasi yang strategis dan juga didukung program insentif bagi investor memberikan peluang dan kemudahan serta nilai lebih bagi pemodal untuk berinvestasi
Dengan kondisi tersebut, Bintan diharapkan semakin berkembang dan diminati investor dalam dan luar negeri.
Pewarta: Azis Kurmala
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2018