Hal ini disampaikan oleh Profesor Antropologi Budaya King Fadh University of Petroleum and Minerals Sumanto Al Qurtuby dalam acara Bedah Buku karyanya yang bertajuk 'Polemik Rokok Konvensional dan Potensi Produk Tembakau Alternatif di Indonesia' di Jakarta, Kamis.
"Segala jenis produk atau jasa akan mengalami pasang-surut. Produk yang tidak bisa menyesuaikan perkembangan zaman akan ditinggali konsumen," buka Sumanto dalam paparannya.
Dia mencontohkan, kebiasaan orang untuk mengunyah sirih atau menghisap rokok lintingan sudah ditinggalkan seiring semakin populernya rokok konvensional.
"Begitupun dengan apa yang terjadi saat ini - produk tembakau HNB mulai menggantikan rokok konvensional," tambahnya.
Hadirnya produk tembakau HNB tentunya bukan tanpa alasan. Faktor kesehatan menjadi pertimbangan utama. Pasalnya, rokok konvensional mengandung tar, zat karsinogenik yang meningkatkan risiko kanker.
Lembaga kesehatan terpercaya seperti Public Health England (Inggris), sebuah badan kesehatan independen di bawah Kementerian Kesehatan Inggris, dalam risetnya menyatakan, produk tembakau HNB mampu menekan atau menurunkan risiko kesehatan hingga 95 persen.
"Jadi bukan nikotin yang jadi momok, karena zat itu hanya menyebabkan adiktif. Tapi kandungan tar dan karbon monoksida," ungkapnya.
Senada dengan Sumanto, dr. Prijanto Djatmiko Sp.KJ, perwakilan dari
Direktorat Pencegahan dan Pengendalian Masalah Kesehatan Jiwa dan Napza Kementerian Kesehatan, menuturkan, rokok alternatif dinilai sangat membantu perokok aktif untuk mengurangi atau bahkan berhenti merokok.
"Tentunya, hadirnya rokok alternatif mendorong perokok konvensional beralih sehingga akan memperbaiki kesehatannya," kata pakar kesehatan jiwa ini.
Pewarta: PR Wire
Editor: PR Wire
Copyright © ANTARA 2018