"Hari Ibu di Indonesia bukan mothers day seperti diluar negeri, tetapi peringatan akan perjuangan perempuan," ujar Giwo di Jakarta, Sabtu.
Dia menjelaskan peringatan Hari Ibu bukan sekedar memperingati ibu sebagai pendidik pertama dan utama. Akan tetapi seharusnya peringatan Hari Ibu untuk mengevaluasi apa yang perempuan perjuangkan untuk kemajuan perempuan, untuk meningkatkan harkat dan martabat perempuan.Termasuk salah satunya, mengevaluasi hak perempuan yang belum terpenuhi.
Sejarah peringatan Hari Ibu sendiri dimulai pada kongres ketiga Kowani pada 1938, yang menetapkan hari lahirnya Kowani sebagai Hari Ibu, yang kemudian ditetapkan dalam keputusan presiden pada 1959.
Menurut dia, masih banyak yang perlu diperjuangkan para perempuan, seperti belum terlindungi dari kekerasan fisik dan psikis.
Giwo juga meminta agar perempuan juga berperan sebagai Ibu Bangsa. Menurut dia, tugas sebagai ibu bangsa diemban semua perempuan Indonesia. Ibu Bangsa memiliki keteladanan, profesional, mandiri, bermartabat, kreatif, berdaya saing, visioner, berkarakter, berani, menjadi pendidik, pengasuh, pembimbing, sekaligus guru yang pertama dan utama.
"Tidak mudah memang untuk menerjemahkan Ibu Bangsa dalam konteks kehidupan di zaman sekarang. Terlebih di era global yang dimana arus budaya yang terus mendera 'urat nadi budaya' Bangsa Indonesia, " kata dia lagi.
Saat ini, Ibu Bangsa memiliki tantangan yang multikompleks dan harus memiliki banyak bakat serta multitasking. Perempuan saat ini harus diberdayakan karena dengan berdaya dan memiliki kemampuan maka akan dapat menjadi mitra terpercaya sebagai pilar yang kokoh bagi negara dalam rangka pembangunan manusia Indonesia seutuhnya.*
Baca juga: Ibu madrasah utama
Baca juga: Ibu dituntut mampu beradaptasi dengan generasi milenial
Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2018