Setiap pekan, setidaknya ada saja berita tentang perkembangan mobil listrik, baik rencana investasi, ragam teknologi yang diciptakan hingga strategi mengefektifkan proses pengembangan melalui aliansi.
Mobil listrik sudah meninggalkan kesan mewah dan elegan yang tercermin melalui model sedan. City car, SUV, pickup hingga truk besar pun sudah ada yang berpenggerak listrik, kendati hanya wilayah tertentu saja yang berhasil memasarkannya, sebagian Eropa, Amerika Utara, Jepang dan China.
Berbeda dengan kendaraan bermesin konvensional, mobil listrik membutuhkan ekosistem terpadu, antara lain payung hukum, pola produksi, rantai suplai, infrastruktur pengisian daya, hingga pengelolaan limbah baterai.
Di Eropa, pembuat mobil harus mematuhi aturan Uni Eropa terhadap emisi CO2 yang berlaku pada 2021. Hal itu mulai dijalani dengan standar pengujian emisi yang lebih ketat setelah skandal "dieselgate" pada 2015.
Inggris melarang kendaraan bermesin bakar 2014, yang diikuti kota-kota di Eropa lainnya. Kendati hal itu menuju ke arah pengetatkan standar emisi diesel, namun bisa menjadi pintu gerbang menuju era mobil listrik secara massal di dunia.
Lantas, bagaimana di Indonesia?
Dengan penjualan mobil lebih dari satu juta unit pada 2017 dan diproyeksikan mencapai 1,1 juta unit pada tahun ini, pasar otomotif Indonesia memang berkembang.
Maka tidak ada salahnya apabila mobil-mobil listrik kerap tampil di panggung pameran otomotif Indonesia, dari Tesla hingga Wuling.
Meski dikatakan mobil listrik itu hanya sebatas display, alias pemanis pameran untuk menujukkan teknologi perusahaan dan berharap mendapat antusiasme pengunjung pameran. Namun, Toyota Indonesia sudah memberikan belasan unit Prius dalam program Penelitian dan Studi Komprehensif Kendaraan Elektrifikasi kepada Kementerian Perindustrian RI (Kemenperin RI) dan enam Universitas di Indonesia.
Mitsubishi Motors juga menyerahkan 10 kendaraan listrik kepada pemerintah Indonesia, meliputi 8 unit Mitsubishi Outlander PHEV, 2 unit kendaraan listrik i-MiEV serta 4 unit quick charger untuk riset pemerintah Indonesia.
Genap setahun yang lalu, Nissan sudah mengajak para wartawan otomotif dan stakeholder terkait untuk menjajal teknologi e-Power yang disematkan pada city car Nissan Note.
Artinya, ada harapan dari pabrikan otomotif terkait peluang untuk mengembangkan dan memasarkan mobil listrik di Indonesia, kendati hal itu memerlukan payung hukum sebagai landasan sekaligus "gerbang" menuju era mobil listrik.
Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko menyebut bahwa rancangan Peraturan Presiden tentang kendaraan bermotor listrik ditargetkan selesai awal 2019.
"Ya targetnya (selesai) awal 2019," ujar Moeldoko saat ditemui di Jakarta, awal Desembar 2018.
Moeldoko mengatakan draft kebijakan tersebut tengah diselaraskan di Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman, kemudian diajukan persetujuan dari Presiden Joko Widodo.
"Makin cepat makin bagus, karena sesungguhnya sudah menggeliat cukup kencang di Indonesia mengenai mobil listrik ini," kata mantan Panglima TNI tersebut.
Blits dan Gesits
Sejak November hingga awal 2019, mobil listrik kolaborasi dua perguruan tinggi Universitas Budi Luhur dan Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS), Blits, akan diuji coba menjelajah nusantara sejauh 15ribu kilometer.
Meski hanya sebatas ujicoba, mobil listrik Blits ternyata mengincar agar bisa mengikuti ajang internasional Rally Dakar, guna menunjukkan ketangguhan kendaraan itu, sekaligus membuktikan bahwa sumber daya manusia Indonesia juga mampu membuat mobil listrik.
"Projek Blits merupakan inovasi mobil listrik yang dilahirkan dari anak bangsa sendiri, yang bisa dikenal oleh dunia. Maka kita targetkan untuk mengikuti Rally Dakar yang merupakan rally paling ganas di dunia," kata Ketua Badan Pengurus Yayasan Pendidikan Budi Luhur Cakti, Kasih Hanggoro, November lalu.
Lain halnya dengan sepeda motor Gesits (Garansindo Electric Scooter-ITS) yang sudah dijajal Presiden Joko Widodo.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristesdikti) M Nasir dalam laporannya mengatakan bahwa motor listrik Gesits sudah pada tahap masuk ke industri.
"Nanti, Insya Allah produksi massal akan dilakukan pada bulan Januari 2019. Barang ini sudah dilakukan uji tes semuanya," kata M. Nasir, awal November 2018.
Kendati demikian, Presiden Joko Widodo berharap harga yang ditawarkan cukup kompetitif dengan keunggulan tersendiri dibanding sepeda motor konvensional, agar sepeda motor listrik diterima pasar.
"Apabila sepeda motor listrik Gesits ini meluncur ke pasaran, konsumen akan memiliki lebih banyak pilihan," kata Presiden Jokowi usai mencoba sepeda motor listrik berwarna merah di halaman belakang Istana Merdeka Jakarta.
Selain melihat perkembangan dua produk lokal ini pada tahun depan, kesiapan infrastruktur pengisian baterai tentunya akan menentukan minat pasar terhadap kendaraan listrik ini.
Pengisian daya
Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) meluncurkan dua tempat pengisian daya mobil listrik yakni stasiun pengisian daya 50 kW di kantor BPPT Jakarta dan smart charging station 20 kW di B2TKE-BPPT Puspiptek, Serpong, Tangerang Selatan, Banten.
Deputi BPPT Bidang Teknologi Informasi Energi dan Material (TIEM), Eniya Listiani Dewi, mengatakan infrastruktur SPLU bertujuan untuk melakukan uji coba mobil listrik untuk operasional kantor sehari-hari dari Tangerang Selatan ke Jakarta atau sebaliknya.
"Pengisian daya di stasiun ini cukup cepat, untuk yang skalanya 50 kW, jika digunakan untuk mobil seperti Tesla atau Mitsubishi i-MiEV itu sekitar 30 menit. Padahal jika diisi di rumah bisa sampai enam jam," katanya pada awal bulan ini.
Ia menimpali, "Selama ini yang menjadi kendala dalam pengisian daya pada mobil listrik adalah waktunya. Hal ini yang membuat orang berpikir ulang untuk berpaling ke mobil listrik."
Dalam peresmian itu, dua model kendaraan listrik Mitsubishi, i-MiEV dan Outlander PHEV turut berpartisipasi sebagai model kendaraan penumpang yang didemonstrasikan dalam pengisian daya kendaraan listrik, bersama dengan model kendaraan listrik lainnya, seperti bus listrik, sepeda motor listrik, dan sepeda listrik.
Di bulan yang sama, perusahaan plat merah Pertamina meluncurkan pilot project Green Energy Station (GES) di SPBU Kuningan Pertamina dengan stasiun pengisian energi untuk kendaraan listrik.
Satu charging station disediakan bekerja sama dengan BMW Group Indonesia dalam bentuk BMW i Wallbox Plus yang diinstal dengan konfigurasi 3 phase 22kW dan dapat diaktifkan dengan teknologi RFID.
Inisiatif ini digagas Pertamina dengan adanya pergeseran global dunia otomotif dari Internal Combustion Engine menjadi Plug-in Hybrid Electric Vehicle (PHEV) dan Electric Vehicle (EV).
"Untuk mendorong kesiapan kendaraan listrik, BMW Group Indonesia berikan dukungan kepada Pertamina melalui informasi mendalam seputar teknologi kendaraan listrik," kata Ramesh Divyanathan selaku President Director BMW Group Indonesia.
Pertamina pun akan menggandeng Himpunan Bank Milik Negara (Himbara) untuk mempermudah transaksi pembayaran di SPBU dan SPLU (Pengisian Kendaraan Listrik).
"Ke depan kami akan bekerja sama dengan Himbara untuk mempermudah masyarakat dalam melakukan pembayaran di SPBU dan SPLU," kata Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati di Jakarta kala itu.
Tantangan
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan menantang PT Pertamina untuk menemukan atau mencari teknologi pengisian daya cepat (fast charging) dengan waktu pengisian di bawah 10 menit.
"Saya rasa sudah ada itu teknologinya, tinggal dicari saja dan disesuaikan, biar tidak kelamaan kalau ngisi mobil listrik, " kata Jonan, menambahkan bahwa di masa mendatang mobil listrik akan bersaing dengan kendaraan combustion engine.
Selain menyediakan pengisian daya cepat, tantangan terkait keseragaman daya dan model "colokan" listrik untuk mengisi daya juga menjadi pertimbangan mengingat mobil-mobil listrik yang beredar nantinya bisa saja datang dari berbagai penjuru dunia.
Harga jual kepada konsumen juga menjadi pertimbangan. Sejauh ini mobil listrik Tesla Model S dijual di Indonesia melalui importir umum seharga lebih dari Rp4 miliar. Tesla Model 3, yang disebut tipe termurah, juga dijual mulai Rp500 jutaan hingga Rp1,1 miliar di pasar global.
Adapun mobil listrik BMW i8 dijual di Indonesia seharga Rp3,9 miliar.
Untuk itu, dibutuhkan sinergi dari pemerintah terkait insentif pembelian mobil listrik hingga investasi pabrikan di Indonesia agar bisa menghasilkan produk yang harganya sesuai pasar.
"Kuncinya adalah kebijakan pemerintah yang segaris dan sinergis, mulai dari hulu hingga hilir yaitu ekonomi, industri, pasar dan investasi," kata pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung, Yannes Martinus, kepada Antara beberapa waktu lalu.
Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono, mengungkap empat pilar utama yang harus dipersiapkan menuju era kendaraan listrik, antara lain supply chain (rantai pasok meliputi semua aktivitas penyaluran barang produksi hingga ke konsumen), infrastruktur, regulasi pemerintah, dan konsumen.
"Keempat pilar tersebut menjadi pekerjaan rumah yang harus diselesaikan lebih dahulu. Semua harus barengan siapnya," kata Warih di Tokyo pada Agustus lalu.
Pewarta: Alviansyah Pasaribu
Editor: Monalisa
Copyright © ANTARA 2018