Bandung (ANTARA News) - Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) menerjunkan tim untuk meneliti penyebab tsunami atau gelombang tinggi yang terjadi di Selat Sunda pada Sabtu malam (22/12).Agak susah mencari kesimpulan mengenai data awal. Makanya kita akan cari data tersebut terutama yang ada di permukaan, apakah longsoran terjadi di tebingnya atau apanya. Morfologi gunung akan diteliti
"Tim kita akan pergi ke sana untuk melakukan pemeriksaan di sana. Sementara untuk pendahuluan kita kirim empat orang, karena kita belum tahu (penyebab tsunami)," ujar Kepala Bidang Mitigasi Gunung Api PVMBG Badan Geologi, Wawan Irawan, di Bandung, Minggu.
Wawan mengatakan gelombang tinggi yang menelan puluhan korban meninggal dunia tersebut belum bisa dipastikan berasal dari aktivitas vulkanik Gunung Anak Krakatau dan perlu pendalaman.
Kata dia, untuk menimbulkan gelombang besar hingga terjadi tsunami diperlukan tenaga yang besar seperti pergeseran lempeng, letusan besar gunung api, maupun longsoran besar yang masuk ke dalam kolom air laut.
Namun berdasarkan alat pemantauan Gunung Anak Krakatau, tidak ada aktivitas vulkanik yang menunjukan gejala letusan besar maupun longsoran tubuh Anak Krakatau ke laut.
"Untuk merontokan bagian tubuh (Gunung Anak Krakatau) yang longsor ke bagian laut, diperlukan energi yang cukup besar. Ini tidak terdeteksi oleh seismograf di pos pengamatan. Masih perlu data-data untuk dikorelasikan antara letusan gunung api dengan tsunami," kata dia.
Tim akan melakukan pemantauan dengan merekam struktur morfologi Gunung Anak Krakatau. Hal ini ditujukan untuk melihat apakah ada yang berubah dari struktur Gunung Anak Krakatau atau tidak, ujar dia.
"Agak susah mencari kesimpulan mengenai data awal. Makanya kita akan cari data tersebut terutama yang ada di permukaan, apakah longsoran terjadi di tebingnya atau apanya. Morfologi gunung akan diteliti," kata dia.
Pada Sabtu (22/12), aktivitas Gunung Anak Krakatau seperti hari-hari sebelumnya. Secara visual, teramati letusan dengan tinggi asap berkisar 300-1.500 meter di atas puncak kawah. Secara kegempaan, terekam gempa tremor menerus dengan amplitudo overscale (58 mm).
"Kita melihat amplitudo tremor maksimum III, itu makanya kita agak kaget malem, ada hubungannya dengan isu tsunami. Jadi untuk pembuktian aktifitas tsunami atau gelombang laut kita akan menunggu setelah tim kembali ke lapangan," kata dia.
Baca juga: Pakar jelaskan timbunan material vulkanik anak krakatau permudah longsor
Baca juga: Wapres pimpin rapat penanggulangan tsunami Selat Sunda
Baca juga: Presiden sampaikan duka cita atas bencana tsunami Selat Sunda
Pewarta: Asep Firmansyah
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2018