• Beranda
  • Berita
  • Alat peringatan dini tsunami akan dipasang di Pulau Sertung

Alat peringatan dini tsunami akan dipasang di Pulau Sertung

28 Desember 2018 14:49 WIB
Alat peringatan dini tsunami akan dipasang di Pulau Sertung
Alat Deteksi Tsunami Seorang petugas memeriksa alat deteksi tsunami, di stasiun pasang surut sistem peringatan dini tsunami, di Simuelue, Aceh, Sabtu (14/4). Pemeriksaan untuk melihat kondisi alat deteksi tsunami tersebut, rutin dilaksanakan dalam 15 hari sekali. (FOTO ANTARA/Irsan Mulyadi)
Pandeglang (ANTARA News) - Menko Kemaritiman, Luhut Binsar Panjahitan menyatakan pemerintah akan memasang alat deteksi tsunami atau early warning system (EWS) di Pulau Sertung, pulau yang berada di perairan dekat Gunung Anak Krakatau.

"Kami akan memasang EWS di tiga pulau yang dekat dengan Gunung Anak Krakatau, di antaranya Pulau Sertung," kata Menteri Koordinator Kemaritiman, Luhut Binsar Panjahitan saat meninjau posko bencana tsunami dan tempat pengusian di Mutiara Carita, Banten, Jumat.

Pemasangan alat deteksi tsunami itu, kata dia, guna meminimalisasi jatuhnya korban ketika bencana terjadi. Pulau Sertung adalah pulau yang potensial untuk dipasangi EWS selain Pulau Krakatau dan Pulau Panjang.

"Sirine pada alat itu akan berbunyi ketika terjadi air pasang, maka masyarakat bisa segera mengungsi ke tempat aman untuk menghindari tsunami," katanya.

Luhut juga mengimbau masyarakat setempat agar tidak terpengaruh oleh isu hoaks terkait akan adanya gelombang tinggi, atau tsunami susulan.

"Jangan cepat termakan isu hoaks, karena akan membuat suasana tidak kondusif," ujarnya.

Masyarakat, kata dia, harus tetap tenang. Ada pemerintah dan sekarang juga ada Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) yang terus memantau perkembangan kondisi Gunung Anak Krakatau.

"Semua lapisan ada, termasuk Basarnas, Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan TNI/Polri, jadi jangan terpengaruh isu. Konfirmasi pada pemerintah daerah dan pihak terkait lainnya," katanya.

Terkait kejadian letusan Gunung Krakatau pada 1883 terulang kembali, ia menyatakan, butuh ribuan tahun lebih untuk terjadi kembali seperti itu.

"Memang apapun bisa terjadi, tapi dari jarak tahun 1883 hingga saat ini baru berapa ratus tahun, tapi tetap kita waspada," ujarnya.


Baca juga: BMKG: aktivitas seismik Anak Krakatau tidak berpotensi timbulkan tsunami
Baca juga: Sumber suara dentuman dari Gunung Anak Krakatau

Pewarta: Sambas
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2018