"Intinya jangan sampai kita hanya sekadar pemadam kebakaran, kita harus mempersiapkan, kita berikan semacam dalam kurikulum," kata Kak Seto, saat dihubungi di Jakarta, Jumat.
Kak Seto dari Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) mendukung sepenuhnya isu pendidikan mitigasi bencana masuk dalam kurikulum sekolah agar perilaku sadar bencana terbentuk sejak dini.
Ia berharap Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan bisa membuat suatu kurikulum mitigasi bencana agar hal tersebut membudaya di masyarakat.
"Harus dibudayakan sejak anak usia dini. Kita dukung sepenuhnya, kita kan banyak ahli dari BNPB segala macam, jadi untuk memberikan materi apa itu gunung berapi, apa itu tsunami, likuifaksi dan sebagainya," jelas dia.
Ia mengatakan, Indonesia bisa mencontoh Jepang yang juga sebagai negara rawan bencana memberikan pendidikan mitigasi bencana secara nasional sejak dini.
Masyarakat Indonesia yang hidup negara rawan bencana harus memiliki persiapan terhadap bencana di seluruh daerah Indonesia. "Jadi harus selalu siap sedia, di mana saja Jakarta, Surabaya, atau di pelosok Papua, harus siap kemungkinan bencana," kata dia.
Presiden Joko Widodo dalam tinjauannya di lokasi bencana tsunami Selat Sunda beberapa waktu lalu mengatakan harus ada edukasi mitigasi bencana sejak dini di sekolah.
Menanggapi wacana itu, peneliti dari Pusat Penelitian Kependudukan LIPI, Deny Hidayati, sependapat, pendidikan mitigasi bencana harus diberikan pada anak-anak sejak dini.
Namun dia menekankan bahwa pendidikan mitigasi bencana di sekolah, atau sosialisasi untuk masyarakat umum di lingkungan harus dilakukan berulang-ulang dan terus menerus secara reguler.
Bila tidak, pendidikan mitigasi bencana tersebut tidak akan dipahami secara mendalam dan akan cepat lupa.
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2018