• Beranda
  • Berita
  • PBB: Pemindahan pasukan Houthi di Hudaidah hendaknya hormati perjanjian Stockholm

PBB: Pemindahan pasukan Houthi di Hudaidah hendaknya hormati perjanjian Stockholm

31 Desember 2018 08:19 WIB
PBB: Pemindahan pasukan Houthi di Hudaidah hendaknya hormati perjanjian Stockholm
Presiden Yaman Abdrabbuh Mansur Hadi (ANTARA /IORA SUMMIT 2017/Rosa )
Dubai (ANTARA News) - Perserikatan Bangsa-Bangsa pada Ahad menyambut pemindahan pasukan Houthi dari kota pelabuhan Hudaidah, Yaman, tapi mengatakan bahwa itu seharusnya diuji secara mandiri sesuai dengan perjanjian gencatan senjata Stockholm.

"Tiap pemindahan hanya akan tepercaya jika semua pihak dan PBB dapat memeriksa dan menguji bahwa itu sesuai dengan hasil dari perjanjian Stockholm," kata PBB dalam satu pernyataan, yang dilansir Reuters.

Warga Taiz, yang diporakporandakan perang dan kota terbesar ketiga di Yaman setelah Sana`a dan Aden, menyampaikan harapan baru-baru ini bahwa kehidupan kembali normal setelah gencatan senjata itu ditandatangani pemerintah dan gerilyawan Houthi.

Baca juga: PBB desak koalisi Saudi akhiri blokade bantuan ke Yaman

Wartawan kantor berita Turki Anadolu mengunjungi Distrik Jahmaliyyah di Taiz, yang rusak parah akibat bentrokan belum lama ini di antara kedua pihak berperang di bagian baratdaya Yaman.

Bangunan di berbagai daerah yang dulu dikuasai kelompok teror Da`esh (IS) --bersama dengan sebagian besar prasarana lokal-- telah berubah menjadi puing, sementara kebanyakan warga telah menyelamatkan diri dari daerah itu.

Keperluan dasar, termasuk air dan listrik, sangat kekurangan, sementara anak-anak tak memiliki akses ke pendidikan.

Rivad Abdullah Abdulhamid, warga Jahmaliyyah, mengatakan ia bersama dengan tujuh anggota keluarganya, telah tinggal di permukiman tersebut sangat lama.

Baca juga: Sekjen PBB serukan penghentian "perang bodoh" di Yaman

Menurut Abdulhamid, daerah itu dulu stabil --meskipun miskin-- sebelum perang. Semua warga, katanya, telah memikul beban akibat krisis di Yaman, termasuk kekurangan pangan parah.

"Dengan meletusnya perang, permukiman kami sangat terpengaruh," kata Abdulhamid, "Pasokan listrik dan air terputus, dan akibat ledakan yang dipasang di bawah tanah, sistem saluran dan prasarana kami ambruk."

"Sebagian besar warga terpaksa pergi, sebab permukiman itu telah menjadi ajang pertempuran," ia menambahkan, "Kami pulang pada 2016, setelah Jahmaliyyah dibebaskan (dari gerilyawan Houthi)." Tapi bentrokan kadangkala masih berkecamuk, kata Abdulhamid, sekalipun pasukan pemerintah telah menguasai daerah tersebut.

"Kami menyaksikan sebanyak 70 pemboman per hari, yang dilancarkan anggota Houthi dan IS," katanya mengenang. "Da`esh berusaha memperlihatkan kepada dunia bahwa Jahmaliyyah sepenuhnya berada di bawah kendalinya."

"Pada saat itu, anggota Houthi menggunakan kampung kami sebagai markas," katanya, "Anggota Houthi, yang melepaskan tembakan secara membabi-buta pada satu keadaan, berusaha mengusir anggota Da`esh dari daerah ini."

Editor: Boyke Soekapdjo

Pewarta: Antara
Editor: Mohamad Anthoni
Copyright © ANTARA 2018