"Untuk mengurangi risiko dari suatu bencana, tidak hanya dengan mengandalkan peringatan dini dari suatu institusi. Tapi ada beberapa aspek berkaitan yang perlu diperhatikan," kata Eko dalam diskusi di Jakarta, Rabu.
Ia mengatakan bahwa dalam hal ini masalah seperti penataan ruang sangat penting, mengingat beberapa bencana menimbulkan banyak korban jiwa karena permukiman penduduk berada di daerah yang rawan bencana.
"Di Palu dan Selat Sunda, salah satu penyebab banyak korban terkena tsunami karena tinggal hanya lima meter dari bibir pantai," katanya, menambahkan bahwa idealnya ada sempadan 300 meter dari bibir pantai untuk perlindungan jika ada gelombang tinggi.
Ia menekankan pentingnya ketaatan terhadap peraturan tata ruang dan tata wilayah untuk menekan jumlah korban jiwa dan kerugian akibat bencana.
Sebaik apapun sistem peringatan dini, ia melanjutkan, tidak akan mampu menyelamatkan banyak jiwa kalau penataan ruang dan wilayah suatu daerah tidak bagus.
Dia memberi contoh pembangunan satu hotel baru di Bandung yang ternyata berada tidak jauh dari patahan Lembang, yang tentu saja membawa bahaya karena itu merupakan sesar geser. Eko mengatakan pemerintah harus tegas bertindak dalam perkara-perkara semacam itu.
Selain itu, menurut dia, konstruksi bangunan juga harus diperhatikan.
"Jumlah korban gempa yang banyak juga diakibatkan konstruksi bangunan yang buruk. Konstruksi bangunan harus mendapatkan perhatian," imbuh dia.
Eko juga mengingatkan pentingnya menghidupkan kembali kearifan lokal dalam menghadapi bencana serta diseminasi informasi seputar mitigasi bencana melalui institusi pemerintah.
Baca juga:
Peneliti: Kearifan lokal masyarakat bisa jadi mitigasi bencana
Peneliti: sosialisasi-pendidikan mitigasi bencana harus berlanjut
Pewarta: Indriani
Editor: Maryati
Copyright © ANTARA 2019