"Pelaksanaan belanja negara dapat dikatakan efektif dan efisien meski terdapat fluktuasi nilai tukar dan penanganan bencana alam di berbagai daerah," kata Sri Mulyani dalam jumpa pers perkembangan APBN 2018 di Jakarta, Rabu.
Sri Mulyani menjelaskan realisasi belanja negara tersebut mencakup belanja pemerintah pusat Rp1.444,4 triliun atau 99,3 persen dari pagu Rp1.454,5 triliun serta transfer ke daerah dan dan dana desa Rp757,8 triliun atau 98,9 persen dari pagu Rp766,2 triliun.
Dari belanja pemerintah pusat, realisasi belanja Kementerian Lembaga mencapai Rp836,2 triliun atau 98,7 persen dari pagu Rp847,4 triliun dan belanja non Kementerian Lembaga sebesar Rp608,2 triliun atau 100,2 persen dari pagu Rp607,1 triliun.
Dalam periode ini, tambah dia, fokus pelaksanaan belanja Kementerian Lembaga didukung oleh kinerja lembaga pengguna anggaran yang tidak terganggu administrasi perubahan anggaran, karena tidak ada APBN-Perubahan, yang mampu mendorong adanya percepatan dan peningkatan penyerapan.
"Kondisi ini menyebabkan terjadinya perbaikan signifikan dari sisi penyerapan belanja Kementerian Lembaga, karena mereka fokus untuk menjalankan belanja sesuai yang dianggarkan pada awal tahun," kata mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia ini.
Selain itu, belanja Kementerian Lembaga didukung oleh berbagai kegiatan strategis seperti penyelenggaraan pilkada serentak, Asian Games, Asian Para Games dan Pertemuan Tahunan IMF-WB serta penanganan bencana alam di 2018.
Kemudian, terdapat alokasi penambahan Program Keluarga Harapan (PKH) bagi penerima manfaat baru, penguatan reformasi birokrasi di Kementerian Lembaga, penanganan defisit BPJS Kesehatan serta kegiatan mendesak lainnya.
"Meski tidak ada APBN-P, ada tambahan untuk Asian Games dan Asian Para Games sebesar Rp5 triliun, untuk rekonstruksi bencana Rp7 triliun, alokasi PKH Rp2 triliun, dan pemenuhan kegiatan mendesak termasuk BPJS Kesehatan Rp10,1 triliun. Ini menyebabkan realisasi ada peningkatan, bahkan ada tambahan di 2018," ujarnya.
Untuk belanja non Kementerian Lembaga, fokus utama tertuju pada peningkatan realisasi pembiayaan bunga utang dan subsidi energi yang terdampak oleh depresiasi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS dan kenaikan harga minyak dunia.
Realisasi subsidi energi sudah mencapai Rp153,5 triliun atau 162,4 persen dari pagu Rp94,5 triliun, yang terdiri atas subsidi BBM dan LPG Rp97 triliun atau 207 persen dari pagu Rp46,9 triliun serta subsidi listrik Rp56,5 triliun atau 118,6 persen dari pagu Rp47,7 triliun.
Selain dipengaruhi oleh pergeseran asumsi makro nilai tukar dan harga ICP minyak, peningkatan subsidi energi juga terjadi akibat penyelesaian kurang bayar tahun sebelumnya dan penyesuaian subsidi tetap solar dari Rp500 per liter menjadi Rp2000 per liter.
Sementara itu, realisasi bantuan sosial juga meningkat dengan tercatat mencapai Rp83,9 triliun atau 103,2 persen dari pagu Rp81,3 triliun karena adanya tambahan belanja untuk program PKH distribusi ke-tiga serta penanganan bencana alam.
Baca juga: Menkeu paparkan kebutuhan pembiayaan investasi 2018
Baca juga: Menkeu proyeksikan belanja 2018 bisa capai Rp2.349 triliun
Pewarta: Satyagraha
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019