• Beranda
  • Berita
  • Penjelasan medis soal penggunaan ulang tabung cuci darah

Penjelasan medis soal penggunaan ulang tabung cuci darah

4 Januari 2019 17:00 WIB
Penjelasan medis soal penggunaan ulang tabung cuci darah
Jasa Layanan Cuci Darah Sejumlah pasien gagal ginjal kronik menjalani proses cuci darah menggunakan perangkat hemodialisis atau ginjal buatan di RSUD dr Iskak, Tulungagung, Jawa Timur, Kamis (30/7). Berdasarkan estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), secara global lebih dari 500 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik dan sekitar 1,5 juta orang di antaranya harus menjalani hidup bergantung pada cuci darah. (ANTARA FOTO/Destyan Sujarwoko)
Jakarta (ANTARA News) - Pengurus Besar Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) pernah mengirimkan surat kepada BPJS Kesehatan tentang anjuran medis yang diperbolehkan dalam penggunaan ulang tabung cuci darah atau tabung dialiser.

Dalam surat PB Pernefri kepada BPJS Kesehatan tertanggal 18 Oktober 2016 itu menjelaskan kemungkinan penggunaan ulang tabung dialiser dalam tindakan hemodialisa atau cuci darah pada pasien gagal ginjal.

Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Anas Ma'ruf saat dihubungi di Jakarta, Jumat, meneruskan lampiran surat tersebut dan menjelaskan meski surat pada tahun 2016 namun kaidah medis masih relevan.

Dalam surat yang ditandatangani oleh Ketua UMUM PB Pernefri Dr Dharmeizar Sp.PD-KGH disebutkan bahwa pada beberapa negara di Eropa, Jepang, dan Australia dialiser untuk tindakan cuci darah hanya digunakan sekali pakai.

Namun negara seperti Amerika Serikat dan banyak negara lainnya melakukan proses ulang agar biaya hemodialisa bisa lebih terjangkau.

Dalam melakukan proses ulang pun harus memenuhi persyaratan dari AAMI (Association for the Advancement of Medical Instrumentation) agar tidak mengurangi kualitas dialiser.

Yang disyaratkan dalam pemrosesan ulang ialah penggunaan air yang harus steril, RO water atau metode penyaringan air osmosis terbalik, tidak menggunakan formalin, dan volume dialiser tidak kurang dari 80 persen.

Dalam surat itu dijelaskan bahwa proses ulang dapat dilakukan secara manual atau lebih baik lagi bila menggunakan mesin proses ulang.

Proses ulang sebenarnya dapat dilakukan lebih dari 10 kali. Namun jika dimaksudkan untuk mengurangi biaya, paling banyak antara tujuh hingga delapan kali. Lebih dari delapan kali dinilai tidak menguntungkan secara biaya.

Dari seluruh pertimbangan tersebut PB Pernefri pun menganjurkan agar pemakaian dialiser ulang hingga tujuh kali, sedangkan penggunaan kedelapan menggunakan yang baru.

Belakangan beredar isu yang menyebutkan bahwa Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo menggunakan selang untuk hemodialisa berulang kali hingga dipakai sampai 40 pasien. RSCM telah memberikan keterangan resminya bahwa kabar tersebut bohong atau tidak benar. 

Baca juga: BPJS: tarif INA CBGs hemodialisa termasuk alat sekali pakai
Baca juga: Akreditasi jadi syarat wajib kerjasama dengan BPJS Kesehatan
Baca juga: Program JKN perlu komitmen semua pemangku kepentingan

Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2019