"Penerimaan Freeport (akan) turun pada 2019, baik revenue maupun pendapatan sebelum bunga, pajak, depresiasi dan amortisasi (EBITDA)," ujar Dirjen Minerba di Jakarta, Jumat.
Dia lebih lanjut menjelaskan bahwa kemungkinan penurunan tersebut terjadi dikarenakan rencana Freeport yang akan masuk ke tambang dalam.
"Tahun 2020 (Freeport) masuk ke tambang dalam, sehingga nanti diharapkan pada tahun itu revenue maupun EBITDA-nya akan naik," kata Bambang kepada media usai menghadiri konferensi pers mengenai capaian kinerja Kementerian ESDM sepanjang 2018.
Presiden Joko Widodo mengumumkan pelunasan divestasi PT Freeport kepada PT Inalum (Persero) pada 21 Desember 2018. "Disampaikan bahwa saham PT Freeport sudah 51,2 persen sudah beralih ke PT Inalum dan sudah lunas dibayar. Hari ini juga merupakan momen yang bersejarah setelah PT Freeport beroperasi di Indonesia sejak 1973," kata Presiden.
Dengan demikian resmi sudah Indonesia menjadi pemegang saham mayoritas dengan menguasai 51 persen saham Freeport dan Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK) untuk perusahaan tambang tersebut diterbitkan, menggantikan Kontrak Karya (KK) Freeport yang telah berjalan sejak tahun 1967.
Dampak positif lainnya dari penguasaan mayoritas saham Freeport, seperti dipaparkan dalam laporan Kementerian ESDM bertajuk "#EnergiBerkeadilan: 4 Tahun Kinerja, Realisasi Hingga 2018" , di antaranya pendapatan negara jadi meningkat, menghindari pengadilan arbitrase, serta adanya transfer teknologi pengelolaan tambang paling kompleks.
Selain itu, penguasaan 51 persen saham Freeport oleh pemerintah juga dapat menciptakan "multiplier effect", dimana Freeport harus menyelesaikan smelter dalam waktu lima tahun di Indonesia.
Baca juga: Penerimaan negara dari Freeport diupayakan lebih besar
Baca juga: Inalum sebut puncak pendapatan Freeport terjadi pada 2021 senilai Rp133,2 triliun
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019