Pulau Sebesi paling dekat dengan gugusan Gunung Anak Krakatau. Pulau ini sedikitnya dihuni 2.800 orang dan telah menjadi permukiman tetap. Mata pencarian warga adalah bertani, berkebun dan nelayan.
Pulau Sebesi dipimpin seorang pejabat sementara kepala desa, dan secara administrasi masuk wilayah Desa Tejang, Kecamatan Rajabasa, Lampung Selatan.
Tsunami yang terjadi Sabtu (22/12) malam lalu juga melanda sebagian pulau itu yang berhadapan langsung dengan Gunung Anak Krakatau (GAK). Satu orang balita, siswi PAUD dilaporkan hilang dan puluhan rumah nelayan rusak.
Khawatir tsunami susulan dan kondisi GAK yang tidak menentu membuat pemerintah memutuskan untuk mengungsikan ribuan warga yang tinggal di Pulau Sebesi itu.
Mereka dievakuasi Rabu (26/12) oleh tim gabungan menggunakan tiga kapal, sekitar 1.500 orang dari Pulau Sebesi dan Sebuku tiba di Pelabuhan Bakauheni dan selanjutnya diangkut menggunakan bus-bus ke titik pengungsian di Kota Kalianda. Ada pula pengungsi yang memilih pulang ke rumah saudaranya.
Hari berikutnya, Kamis (28/12) ratusan warga Pulau Sebesi kembali dievakuasi. Mereka ditempatkan di Lapangan Tenis Indoor, Kota Kalianda, Lampung Selatan.
Selama di tempat pengungsian Lapangan Tenis Indoor, warga pengungsi dan anak-anaknya tidur di atas lantai beralaskan seadanya. Ada juga yang di dalam tenda. Sehari-hari mereka makan dan tidur serta berkumpul di situ.
Aktivitas makan dan tidur membuat mereka lama-lama jenuh dan segera ingin pulang.
Khalifah saat ditemui Rabu (2/1) berharap agar alam segera tenang dan bisa segera kembali ke Pulau Sebesi untuk memulai aktivitas seperti biasanya. Dia ingin bekerja seperti biasanya. Khalifah di tempat pengungsian bersama suami dan tiga anaknya. Khalifah mengatakan rumahnya rusak disapu tsunami sehingga berharap rumahnya diperbaiki pemerintah.
Rohmad, pengungsi lainnya, menyatakan di pengungsian, semua kebutuhan dicukupi dan tidak ada kekurangan, begitu pula kebutuhan anak-anaknya.
Namun, Rohmad menyampaikan keinginannya agar segera bisa pulang ke rumahnya di Pulau Sebesi. Dia juga merasakan bosan berdiam diri menunggu.
Anak-anak pengungsi dari Pulau Sebesi juga menyatakan ingin segera kembali ke rumah mereka.
Saifudin, siswa kelas dua SMP Swadipa Pulau Sebesi, mengatakan ingin segera pulang. Dia merasa bosan terlalu lama mengungsi. "Meskipun di sini dicukupi dan diajak bermain, tapi lama-lama juga bosan," katanya.
Riki, siswa kelas enam SD di Pulau Sebesi, juga mengatakan ingin cepat pulang dan sudah merasa bosan berlama-lama meninggalkan kampungnya.
Kondisi Gunung Anak Krakatau yang terus menunjukkan aktivitas kegempaan dan letusan saat ini membuat Riki dan para pengungsi yang tinggal di pulau-pulau Selat Sunda, Lampung Selatan, itu harus rela bertahan di tempat pengungsian sampai saat ini.
Sabihis (38), warga Dusun 1 Bangunan, Pulau Sebesi, menyatakan dua anak-anaknya yang berumur 13 tahun dan satunya enam tahun pun merasa bosan tinggal lama di tempat pengungsian, meskipun semua keperluan anaknya dicukupi dan diajak bermain oleh para petugas pemulihan trauma.
Dia sendiri mulai mengalami kejenuhan tinggal di lokasi pengungsian ini.
"Ingin cepat pulang, kalau sudah aman, pengin cepat pulang ke rumah. Makan sih cukup, meskipun semua dicukupi, seperti kesehatan ada, mushala, makan, tapi lama-lama kita seperti burung dalam sangkar," kata dia.
Saat ini dia hanya bisa berdoa semoga alam segera tenang, sehingga pemerintah bisa segera memulangkan. Selama di pengungsian anak-anak pengungsi ini diajak bermain aneka permainan, seperti menggambar, bermain, dan bernyanyi yang dikemas dalam kegiatan pemulihan trauma oleh sejumlah tim psikososial.
Anak-anak pengungsi di tempat-tempat pengungsian lainya pun diberi terapi pemulihan trauma agar mereka melupakan sejenak peristiwa tsunami yang mereka alami. Sejumlah tim psikososial yang terlibat di antaranya petugas Satuan Bakti Pekerja Sosial (Sakti) Kemensos RI, tim gabungan psikososial Polda Lampung dan masih banyak lagi tim dari sejumlah instansi.
Anak-anak pengungsi juga diajak mengaji Alquran oleh tim Ukhuwah Al Fatah Rescue dari Ponpes Al Fatah, Natar, Kabupaten Lampung Selatan.
Presiden dan anak-anak pengungsi
Presiden Joko Widodo saat mengunjungi pengungsi Pulau Sebesi, Rabu mengajak bermain anak-anak pengungsi ini. Anak-anak pengungsi itu adalah yang pertama kali ditemui Presiden Jokowi saat tiba di Lapangan Tenis Indoor.
Di dalam sebuah tenda, Presiden menyapa anak-anak tersebut mengajak bermain dengan memberikan pertanyaan tebak-tebakan kepada mereka.
"Siapa yang tahu tiga nama ikan, ayo tunjuk jari," kata Presiden Jokowi kepada puluhan anak-anak pengungsi itu.
"Saya pak, ikan hiu, ikan paus," jawab sejumlah anak.
"Ikan paus, ikan hiu, terus apa lagi," tanya Presiden.
Selanjutnya, Presiden juga bertanya, siapa yang tahu tiga kali tiga. "Saya pak," kembali anak-anak menjawab riuh.
Presiden kembali bertanya, tiga nama pulau di Indonesia. Sejumlah anak menyebut di antaranya Pulau Sebesi dan Pulau Jawa.
Anak-anak itu bertambah riuh menjawab ketika Presiden Jokowi bertanya siapa yang tahu namanya. "Siapa yang tahu nama saya," dan dijawab kompak oleh anak-anak itu. "Saya pak, saya pak, Pak Jokowi," jawab mereka serentak.
Sementara itu, Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Lampung Selatan I Ketut Sukerta dihubungi Sabtu (5/1) menanggapi warga Pulau Sebesi yang bosan dan ingin pulang ke rumahnya, menyatakan Pemkab Lampung Selatan siap memfasilitasi warga Pulau Sebesi yang hendak pulang.
Kalau mereka berkehendak pulang, lanjut dia, Pemda Lampung Selatan siap memfasilitasi. Meskipun begitu, Pemkab Lampung Selatan tidak serta menganjurkan mereka pulang mengingat pemerintah memperhatikan keamanan warga dari aktivitas Gunung Anak Krakatau (GAK) yang tidak menentu. Jika mengacu peringatan dari Pos Pantau GAK, Lampung Selatan, radius aman lima kilometer, maka warga Pulau Sebesi aman dari dampak aktivitas GAK.
Baca juga: Presiden menyempatkan bermain bersama anak korban tsunami
Baca juga: Tim pencari berusaha menemukan 11 lagi korban longsor Sukabumi
Pewarta: Triono Subagyo
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019