"Saya perlu meluruskan, itu tidak benar hanya di bawah 10 persen karena juga ada upaya-upaya yang dilakukan perusahaan di konsesinya untuk restorasi gambut," kata Nazir Foead kepada Antara di Pekanbaru, Senin.
Ia menjelaskan bahwa dari total 800 ribu ha lahan gambut yang harus direstorasi, BRG hanya fokus pada sekitar 109 ribu ha yang merupakan lahan masyarakat. Sisanya sekitar 700 ribu ha, masuk dalam konsesi perusahaan, yang tanggung jawab utama pelaksanaannya ada di Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK).
Dari 109 ribu ha tersebut, lanjutnya, realisasi hingga 2018 sudah mencapai sekitar 77 ribu ha atau sekitar 70 persen yang dari total yang harus direstorasi oleh BRG. Masih ada sisa 30 ribu ha lahan masyarakat yang akan direstorasi hingga 2020.
Nazir menilai pencapaian 70 persen tersebut sudah cukup baik mengingat baru di 2018 proses restorasi gambut melibatkan pemerintah daerah melalui Tim Restorasi Gambut Daerah (TRGD) Riau. "Karena baru dilaksanakan mulai 2018 dengan skema swadaya melibatkan pemerintah daerah. Jadi pencapaian ini sudah cukup bagus".
Terkait hasil restorasi gambut di kawasan konsesi perusahaan, Nazir mengatakan belum mendapat hasil laporan yang final. "Masih nunggu hasil evaluasi".
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan Riau Ervin Rizaldi mengatakan BRG pada 2018 awalnya menganggarkan Rp49 miliar untuk restorasi gambut yang dikerjakan melalui Pemprov Riau. Namun, anggaran itu direvisi sehingga hanya dikucurkan Rp45 miliar.
Anggaran tersebut, menurut Ervin, digunakan untuk pembangunan 772 sekat kanal, 220 sumur bor, 50 ha revegetasi di Kepulauan Meranti, revitalisasi 23 kelompok masyarakat (Pokmas). Jumlah tersebut diakuinya masih relatif kecil karena ada 800 desa berada di lahan gambut.
"Ada 800 Desa di lahan gambut, mungkin itu yang bikin belum nampak karena baru 23 Pokmas yang dilaksanakan," ujarnya.
Sementara itu, Ketua TRGD Riau Ahmad Hijazi mengatakan masih banyak yang perlu dibenahi untuk efektivitas restorasi gambut ke depannya, terutama untuk koordinasi internal dan dengan pemerintah kabupaten/kota.
"Keberhasilan TRGD ini tergantung dari fungsi pemangku kepentingan juga. Belum ada pola kerja, kalau saya tidak 'turun gunung' kawan-kawan di instansi tidak semangat kerja," kata Ahmad Hijazi yang juga menjabat Sekretaris Daerah Riau.
Ia menilai restorasi gambut harus dilihat sebagai kerja jangka panjang. Tahun pertama banyak dilakukan untuk diseminasi informasi, sosialisasi dan persiapan.
"Wajar tahun-tahun pertama tak optimal. Kita perlu kritik dan pengayaan agar bekerja dengan optimal," ujarnya.
Baca juga: Tiga juta hektare lahan gambut Riau rusak
Baca juga: BRG evaluasi restorasi gambut di Riau
Baca juga: CIFOR teliti efektivitas restorasi gambut di Riau
Pewarta: Febrianto Budi Anggoro
Editor: Virna P Setyorini
Copyright © ANTARA 2019