"Penerapan ini, lebih kepada desain, bukan perlu atau tidak perlu," kata Sri Mulyani dalam seminar outlook perekonomian 2019 di Jakarta, Selasa.
Sri Mulyani menjelaskan harus ada desain yang jelas dari insentif pajak tersebut agar aliran modal yang masuk dapat memberikan dampak positif kepada perekonomian. bukan merupakan "hot money" jangka pendek yang bisa menganggu kinerja perekonomian.
"Desainnya seperti apa, agar aliran modal yang masuk adalah yang baik dalam bentuk FDI, bukan 'volatile' yang destruktif," katanya.
Menurut dia, pemberian insentif pajak seperti ini menjadi krusial dalam situasi arus modal sedang mencari ranah investasi di negara berkembang yang potensial seperti Indonesia.
Untuk itu, aliran modal itu harus dapat dimanfaatkan, tidak hanya sekedar sementara dan sewaktu-waktu dapat berbalik meninggalkan Indonesia seperti "hot money".
Dalam kesempatan terpisah, Ekonom Chatib Basri mengingatkan agar pemerintah harus melakukan pendalaman pasar keuangan agar pasar obligasi dan modal tidak bergantung pembiayaan eksternal.
Saat ini pembiayaan eksternal yang berasal dari modal asing ini rentan meninggalkan Indonesia, terutama bila The Fed melakukan normalisasi kebijakan moneter dengan menaikkan tingkat suku bunga acuan.
Pendalaman pasar keuangan dapat dilakukan dengan memberikan insentif atau aturan agar BUMN, Dana Pensiun, asuransi, Dana Haji dan retail mau menempatkan investasi dalam instrumen obligasi pemerintah.
Selain itu, pemerintah juga bisa menerapkan "reverse Tobin Tax" yang memberikan insentif pajak jika investor melakukan re-investasi keuntungan untuk jangka panjang.
Pemerintah juga bisa menciptakan instrumen atau produk pasar keuangan agar investor memiliki opsi untuk menempatkan investasi portfolio dalam mata uang asing di Indonesia (on shore).
Baca juga: Kata Menkeu, pertumbuhan ekonomi 2019 masih hadapi risiko
Baca juga: Menkeu: Fokus APBN 2019 jaga kemakmuran rakyat
Pewarta: Satyagraha
Editor: Budi Suyanto
Copyright © ANTARA 2019