Koalisi Masyarakat Sipil Jammu dan Kashmir (JKCCS), satu kelompok hak asasi manusia yang berpusat di Srinagar, Ibu Kota Jammu-Kashmir, di dalam laporan tahunannya mengatakan 586 orang --160 warga sipil 267 gerilyawan dan 159 personel keamanan India, tewas di wilayah tersebut.
Sebagian Jammu dan Kashmir, wilayah Himalaya yang mayoritas warganya pemeluk Islam, dikuasai oleh India dan Pakistan tapi diklaim oleh kedua negara tersebut secara keseluruhan. Satu bagian kecil Kashmir juga dikuasai oleh China.
Beberapa kelompok Kashmir di Jammu dan Kashmir telah memerangi kekuasaan India untuk memperoleh kemerdekaan, atau untuk penyatuan dengan negara tetangganya, Pakistan.
Menurut beberapa organisasi hak asasi manusia, ribuan orang dilaporkan telah tewas dalam konflik di wilayah tersebut sejak 1989.
"Tahun 2018 adalah tahun yang paling mematikan selama satu dasawarsa belakangan ini," kata laporan JKCCS, sebagaimana dikutip Kantor Berita Anadolu --yang dipantau Antara di Jakarta, Kamis pagi. "Tewasnya 267 gerilyawan fanatik selama bentrokan dengan personel Angkatan Bersenjata dan polisi juga yang paling banyak dalam satu dasawarsa terakhir ini."
Selain itu, laporan tersebut mengatakan Kashmir menyaksikan "peningkatan mencolok" dalam tewasnya gerilyawan fanatik sejak 2016; sebanyak 145, 216 dan 267 gerilyawan tewas di wilayah itu masing-masing pada 2016, 2017 dan 2018.
Sedikitnya 120 rumah warga rusak sebagian atau seluruhnya selama operasi anti-gerilyawan di wilayah tersebut, kata laporan JKCCS.
Sejak India dan Pakistan berpisah pada 1947, kedua negara bertetangga di Asia Selatan itu telah tiga kali terlibat perang --pada 1948, 1965 dan 1971-- dua di antaranya mengenai Kashmir.
Selain itu, di gletser Siachen di Kashmir Utara, tentara India dan Pakistan kadangkala telah terlibat baku-tembak sejak 1984. Kesepakatan gencatan senjata diberlakukan pada 2003.
Penyunting: Chaidar Abdullah
Pewarta: Antara/Anadolu
Editor: Fardah Assegaf
Copyright © ANTARA 2019