" Meskipun dalam rencana strategis (renstra) Kemendikbud disebutkan bahwa program Bahasa Indonesia akan lebih ditekankan di kawasan Asia Tenggara, tidak menutup kemungkinan adanya minat yang tinggi di negara lain seperti di Arab Saudi," ujar Abdul dalam keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Kamis.
Sejak mulai digelarnya Festival Janadriyah, Riyadh, Arab Saudi, pada tanggal 20 Desember 2018, hingga H-1 penutupan festival, tanggal 8 Januari 2019, tercatat sudah 144 warga Arab Saudi yang mendaftar untuk mengikuti kursus bahasa Indonesia dan menjadi peserta program Bahasa Indonesia bagi Penutur Asing (BIPA) melalui gerai Bahasa Indonesia di Festival Janadriyah ke-33 di Riyadh, Arab Saudi.
Badan Bahasa memanfaatkan Sekolah Indonesia Riyadh sebagai lembaga yang menjadi lokasi pelaksanaan BIPA. Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa (Badan Bahasa) juga berencana menggandeng mahasiswa yang menempuh studi di Arab Saudi untuk menjadi pengajar BIPA. "Mereka bisa diberikan pembekalan untuk menjadi guru lokal. Karena mereka sudah menguasai bahasa Arab secara umum, tinggal dilatih dari sisi teknis pembelajaran di kelas dengan materi sesuai dengan kurikulum BIPA," tambah dia.
Menurutnya, permintaan yang tinggi dari negara lain akan pengiriman guru BIPA tidak bisa dipenuhi sepenuhnya karena keterbatasan anggaran. Karena itu, salah satu solusinya adalah dengan melatih guru lokal agar bisa menjadi pengajar BIPA. "Di Timor Leste sudah berjalan program BIPA dengan guru lokal itu," kata Abdul Khak.
Strategi lain yang sudah didiskusikannya bersama Atdikbud KBRI Riyadh adalah membangun Rumah Budaya Indonesia seperti di Timor Leste. Rumah Budaya Indonesia akan menjadi pusat aktivitas kebudayaan, baik yang rutin maupun tidak. Hal ini dinilai akan lebih efektif untuk mengenalkan bahasa dan budaya Indonesia di negara lain.
Atase Pendidikan dan Kebudayaan (Atdikbud) KBRI Riyadh, Ahmad Ubaedillah mengatakan, peminat BIPA di Arab Saudi memang sebagian besar orang dewasa.
"Saya sering bandingkan dengan kawan-kawan di Mesir, peminat BIPA di sini umumnya dewasa. Karena ada aturan, ada keterbatasan. Ketika kita mengundang anak remaja ke BIPA, ada kendala budaya di Saudi. Tapi kalau yang dewasa banyak sekali," kata Ubaidillah.
Menurut Atdikbud Riyadh, motivasi mereka beragam, ada yang untuk berdagang atau berbisnis, ingin kerja atau kuliah di Indonesia, atau untuk mendukung pekerjaannya, seperti mengurus rombongan haji.
Ubaedillah mengatakan, saat ini KBRI Riyadh sedang menyasar kampus sebagai salah satu sasaran perluasan program BIPA. "Kami ingin Bahasa Indonesia ada di kampus. Saya lihat ini efektif untuk mengenalkan bahasa Indonesia. BIPA ini merupakan andalan kami, diselenggarakan di Sekolah Indonesia Riyadh. Di Jeddah juga ada, tapi lebih banyak pegawai negeri, polisi, tentara, atau mereka yang pekerjaannya berkaitan dengan Indonesia," jelas Ubaedillah.
Ia berharap di tahun-tahun mendatang, BIPA akan diminati orang dari berbagai profesi maupun usia. Salah satu strateginya adalah dengan membuka kelas khusus keluarga di BIPA. "Kemarin kami buka kelas keluarga. Mudah-mudahan bisa menyusul ketertinggalan dengan BIPA di negara lain. Kairo di Mesir, misalnya, sudah sangat baik penyelenggaraan BIPA-nya," ujar Ubaedillah.
Ia pun optimistis dengan perkembangan bahasa Indonesia di Arab Saudi. Secara rumpun bahasa, katanya, sebagian besar kosakata bahasa Indonesia berakar dari bahasa Arab. Karena itu ia yakin bahasa Indonesia akan mudah dipelajari oleh warga Arab Saudi melalui program BIPA.*
Baca juga: Enam warga Tunisia dapat beasiswa belajar bahasa-budaya Indonesia
Baca juga: 60 polisi Filipina belajar bahasa Indonesia
Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019