Nila mengatakan di Kementerian Kesehatan Jakarta, Kamis, pelabelan khusus di kemasan tersebut berfungsi untuk memperingati orang yang berpotensi atau sudah memiliki penyakit seperti diabetes atau hipertensi untuk menghindari mengonsumsi makanan dengan kadar gula atau garam tinggi.
Menkes mengajak masyarakat untuk mulai dari dirinya sendiri dalam mengurangi konsumsi gula atau garam dengan kadar tinggi untuk mencegah penyakit tidak menular.
"Kalau kita habis minum minuman kadar gula tinggi, kita harus sadar sendiri, jangan minum lagi teh dengan gula. Kita tahan," kata Nila.
Dia menjelaskan Indonesia memiliki beban ganda dalam mengatasi kondisi tubuh masyarakatnya yaitu di satu sisi kekurangan gizi hingga kerdil, di sisi lain memiliki angka obesitas yang tinggi.
Direktur Jenderal Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Kementerian Kesehatan Anung Sugihantono mengatakan Kemenkes pernah melakukan pembahasan dengan Kementerian Perindustrian dan Kementerian Perdagangan terkait isu pembatasan kadar gula, garam, dan lemak dalam suatu makanan kemasan serta olahan.
Namun dia menjelaskan pembahasan tersebut belum bisa berlanjut dikarenakan masih ada hal yang perlu pengaturan lebih lanjut.
"Sudah pernah didiskusikan kementerian terkait, namun belum ada progres lebih lanjut siapa yang mengatur. Diskusinya masih mengarah pada aspek industri, tenaga kerja, dan pangsa pasar," kata Anung.
Kementerian Kesehatan dalam regulasinya sudah menerbitkan Permenkes Nomor 30 Tahun 2013 yang mengatur tentang kadar gula, garam, dan lemak pada makanan olahan dan siap saji. Namun, Anung menjelaskan intervensi pembatasan kadar gula, garam, dan lemak di tingkat industri bukan kewenangan dari Kementerian Kesehatan secara keseluruhan.*
Baca juga: RSUD Siapkan evakuasi "wanita raksasa"
Baca juga: Pentingnya memantau berat badan rutin
Pewarta: Aditya Ramadhan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019