"Kalau masih defisit atau tidak, ya defisit. Tapi yang penting adalah trennya yang menurun. Kita lihat masih ada impor barang modal yang terkait investasi yang mendorong impor tinggi, tapi trennya ke arah menurun," ujar Dody saat ditemui usai ibadah Shalat Jumat di Kompleks Perkantoran BI, Jakarta, Jumat.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, neraca perdagangan Indonesia pada November 2018 mengalami defisit tertinggi sepanjang tahun 2018 yaitu 2,05 miliar dolar AS.
Neraca perdagangan November dipicu oleh defisit sektor migas dan non-migas masing-masing sebesar 1,46 miliar dolar AS dan 0,58 miliar dolar AS.
Sementara itu, pada Oktober 2018, defisit neraca perdagangan tercatat 1,82 miliar dolar AS dimana defisit migas mencapai 1,4 miliar dolar AS dan defisit non migas 0,39 miliar dolar AS.
"Memang masih ada tekanan dari sisi impor yang masih tinggi, tapi impor itu masih "related" dengan barang modal khususnya karena kegiatan investasi kita yang masih cukup besar," kata Dody.
Bank sentral memandang defisit neraca perdagangan sebelumnya tidak terlepas dari pengaruh dinamika permintaan global yang melandai dan harga komoditas yang menurun sehingga memengaruhi kinerja ekspor. Sementara itu, permintaan domestik yang masih kuat memengaruhi kinerja impor.
BI sendiri terus mencermati perkembangan ekonomi global dan domestik, serta pengaruhnya terhadap neraca perdagangan. Dengan perkembangan neraca perdagangan hingga November 2018 tersebut, Bank Indonesia memprakirakan defisit neraca transaksi berjalan pada 2018 tetap berada dalam level yang aman, yakni di bawah 3 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB).
Baca juga: November merupakan defisit tertinggi sepanjang 2018
Baca juga: Perbaikan neraca transaksi berjalan perlu kebijakan berkesinambungan
Pewarta: Citro Atmoko
Editor: Subagyo
Copyright © ANTARA 2019