Priyatna mengatakan, berdasarkan hasil pengamatan pada citra TerraSAR-X pada 29 Desember 2018, bagian tubuh Gunung Anak Krakatau bagian barat-barat daya telah hancur, diduga longsor dan masuk ke laut estimasi dengan luasan area yang berkurang sekitar 49 Hektare.
"Akumulasi letusan setelahnya mengeluarkan material vulkanik yang terkumpul di sekitar kawah sehingga bagian barat-barat daya Gunung Anak Krakatau kembali muncul ke atas permukaan air seperti yang terlihat pada citra pada 9 Januari 2019," kata Priyatna dalam keterangan yang diterima ANTARA, Jakarta, Jumat.
Priyatna menuturkan berdasarkan pengamatan pada citra TerraSAR-X pada 30 Agustus 2018 pukul 05.47 WIB, pada 29 Desember 2018 pukul 05.47 WIB, pada 9 Januari 2019 pukul 05.47 WIB dapat diketahui bahwa telah terjadi perubahan morfologi di Gunung Anak Krakatau dengan cukup cepat.
Sebelumnya, Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi, Badan Geologi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral menginformasikan telah terjadi letusan Gunung Anak Krakatau, di Selat Sunda, Kabupaten Lampung Selatan, Provinsi Lampung pada Kamis (3/1) malam pukul 21.02 WIB.
Erupsi itu terekam di seismograf dengan amplitudo maksimum 25 mm dan durasi sekitar 4 menit 52 detik. Teramati lontaran material pijar tinggi 400 meter dari kawah, namun dalam ketuaan itu tinggi kolom abu tidak teramati.
Pada saat itu, PVMBG menegaskan Gunung Anak Krakatau berada pada status Level III (Siaga) dengan rekomendasi masyarakat/wisatawan tidak diperbolehkan mendekati kawah dalam radius lima kilometer dari kawah.
Baca juga: PVMBG: Gunung Anak Krakatau alami 13 kali kegempaan letusan
Baca juga: Masyarakat diimbau hindari pesisir Selat Sunda radius 500 meter
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Ade P Marboen
Copyright © ANTARA 2019