"Ini bisa menunjukkan setiap titik di Indonesia di mana anda berdiri, ancamannya apa," kata Kepala Pusdatin dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho di Sukabumi, Sabtu.
Dia mencontohkan lewat InaRISK Personal bisa memetakan soal Kampung Cimapag berikut potensi bencana. Kawasan itu sendiri saat ini sudah tertimbun longsoran.
Lewat aplikasi itu, Sutopo mengatakan bisa memberi simulasi soal langkah yang perlu dilakukan di suatu kawasan, baik saat kejadian, sebelum dan sesudah.
"Kalau kita klik di sini akan muncul," kata dia menjelaskan cara kerja aplikasi.
Sutopo mengakui sosialisasi aplikasi tersebut belum masif sehingga belum banyak masyarakat terinformasi dengan baik.
Untuk itu, dia mendorong agar setiap pihak yang memiliki informasi mengenai InaRISK agar dapat disebarkan ke lingkungannya.
Dia mengatakan kelengkapan data aplikasi tersebut bisa berkembang dari yang sudah disediakan ditambah informasi dari interaksi masyarakat dalam InaRISK Personal.
"Kombinasi dari platform dan informasi masyarakat itu sangat membantu kita. Ini kerja kita bareng... Jadi kalau bisa interaktif dengan masyarakat, ada semacam 'crowd sourcing' gitu," kata dia.
"Saat ini aplikasi baru untuk Android. IOS Apple 1-2 bulan lagi kita selesaikan," katanya.
Menurut dia, aplikasi InaRISK tergolong mudah untuk dijalankan tapi pengoperasiannya tergantung sinyal operator guna menghasilkan data "real time".
"Mungkin di beberapa daerah itu sinyalnya lemah. Ini yang jadi problem. Bapak Kepala BNPB juga akan berkoordinasi dengan provider untuk daerah rawan bencana itu agar kuat sinyalnya. Ini bermanfaat untuk mengedukasi masyarakat," katanya.
Pewarta: Anom Prihantoro
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2019