Singapura (ANTARA News) - Kurs dolar AS sedikit menguat terhadap mata uang utama lainnya di awal perdagangan Asia pada Senin pagi, meskipun ekspektasi investor meningkat bahwa Federal Reserve (Fed) tidak akan menaikkan suku bunga tahun ini, yang kemungkinan besar akan membatasi kenaikan greenback.Saya perkirakan tren kenaikan akan segera dilanjutkan
Dolar Australia dan dolar Selandia Baru beringsut lebih rendah terhadap dolar AS pada awal perdagangan Asia, masing-masing turun 0,2 persen dan 0,1 persen.
Kedua mata uang itu telah naik sekitar 1,5 persen terhadap dolar AS pekan lalu, karena sentimen risiko membaik di tengah harapan kesepakatan perdagangan AS-China dan stimulus yang lebih agresif dari para pembuat kebijakan China untuk mendukung ekonominya yang sedang "sakit".
"Mengingat dukungan yang kami lihat dalam mata uang komoditas, masuk akal untuk melihat aksi ambil untung. Saya perkirakan tren kenaikan akan segera dilanjutkan," kata Kepala Strategi Pasar CMC Markets, Michael McCarthy, seperti dikutip Reuters.
Dolar AS turun 1,5 persen versus yuan di pasar luar negeri minggu lalu, penurunan mingguan tertajam sejak Januari 2017 karena kekhawatiran investor tentang perlambatan tajam di ekonomi terbesar kedua di dunia itu agak berkurang.
"Saya perkirakan yuan akan semakin menguat. Pasar telah melebih-lebihkan tingkat perlambatan di Tiongkok," tambah McCarthy.
Indeks dolar AS berada di 95,68, sedikit lebih tinggi di awal perdagangan Asia.
Setelah gemerlap pada 2018, di mana greenback naik 4,3 persen karena kenaikan suku bunga bank sentral AS empat kali, investor sekarang memperkirakan The Fed akan menghentikan kebijakan pengetatan moneternya.
Pelaku pasar berpikir bahwa kekhawatiran perlambatan pertumbuhan domestik dan global serta inflasi AS yang jinak, akan membuat pembuat kebijakan The Fed ragu-ragu untuk menaikkan biaya pinjaman di ekonomi terbesar di dunia itu.
Ketua The Fed Jerome Powell menegaskan kembali pekan lalu bahwa bank sentral AS memiliki kemampuan untuk bersabar pada kebijakan moneternya mengingat inflasi tetap stabil.
Data pada Jumat (11/1) menunjukkan bahwa harga-harga konsumen AS pada Desember turun untuk pertama kalinya dalam sembilan bulan pada Desember.
Euro jatuh sekitar 0,1 persen menjadi 1,1460 dolar AS. Mata uang tunggal kehilangan 0,3 persen pada Jumat (11/1) setelah data menunjukkan bahwa Italia, ekonomi terbesar ketiga zona euro, berada dalam risiko resesi.
Yen berada di 108,40, sedikit lebih kuat versus greenback.
Pound Inggris naik 0,15 persen menjadi 1,2861 dolar AS pada awal apa yang diperkirakan akan menjadi minggu sangat fluktuatif.
Perdana Menteri Theresa May harus memenangkan pemungutan suara di parlemen pada Selasa (15/1) untuk mendapatkan persetujuan Brexit atau mengambil risiko keluar dengan kacau untuk Inggris dari Uni Eropa. Jumlahnya tidak menguntungkan May dan peluangnya untuk memenangkan pemilihan terlihat sangat tipis.
"Pasar secara luas memperkirakan pemungutan suara tidak lolos di parlemen. Penguatan dalam sterling terlihat dibatasi pada 1,2940 dolar AS," tambah CMC McCarthy.
Baca juga: Rupiah melemah tipis, dekati angka Rp14.000
Baca juga: IHSG dibuka turun 10,13 poin
Pewarta: Apep Suhendar
Editor: Risbiani Fardaniah
Copyright © ANTARA 2019