B20 hemat impor solar hingga 937,84 juta dolar

14 Januari 2019 19:34 WIB
B20 hemat impor solar hingga 937,84 juta dolar
Pekerja tengah melakukan proses loading Bio Solar ke Kapal Plumin Satu sebagai rangkaian program implementasi B20 (biodiesel 20 persen) di TBBM Tanjung Uban, Bintan, Kepulauan Riau. PT Pertamina (Persero) menetapkan TBBM Tanjung Uban menjadi TBBM Utama yang akan menerima Fatty Acid Methyl Eter (FAME) dan menyalurkan B20 ke TBBM di sekitarnya seperti TBBM Kijang, Kabil-Batam dan Natuna yang selanjutnya di suplai ke SPBU, SPBB dan ASDP di wilayah Sumatera Utara, sebagian Kalimantan serta Sulawesi Selatan. ANTARA FOTO/M N Kanwa/foc.

Penerapan kebijakan B20 merupakan keseriusan Pemerintah dalam memperhatikan soal ketahanan energi nasional yang juga menjadi masalah serius ke depan, terutama mengurangi dominasi penggunaan bahan bakar fosil.

Jakarta, (ANTARA News) - Kebijakan pencampuran Bahan Bakar Nabati (BBN) berupa biodiesel sebesar 20 persen (B20) ke dalam Bahan Bakar Minyak (BBM) dinilai mampu menghemat  impor solar sebesar 937,84 juta dolar AS.

Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM Djoko Siswanto di Jakarta,  Senin memaparkan, penyaluran FAME (Fatty Acid Methyl Ester) Biodiesel selama tahun 2018 mencapai 1,67 juta kilo liter (KL).

Penerapan kebijakan B20 merupakan keseriusan Pemerintah dalam memperhatikan soal ketahanan energi nasional yang juga menjadi masalah serius ke depan, terutama mengurangi dominasi penggunaan bahan bakar fosil.

Di samping kebijakan B20, konversi BBM ke Liquified Petroleum Gas (LPG) juga diterapkan Pemerintah sebagai upaya diversifikasi energi. Data dari Kementerian ESDM menunjukkan total sebanyak 6,55 juta Metrik Ton (MT) LPG bersubsidi dan 0,99 juta MT LPG Non-Subsidi disalurkan sepanjang tahun 2018 ke 530 SPBE PSO dan 103 SPBE Non-PSO. Penghematan yang didapat dari kebijakan konversi ini selama setahun sebesar Rp 29,31 triliun (unaudited).

Dalam laporan kinerja tahun 2018 Kementerian ESDM, tercatat realisasi penjualan BBM mencapai 67,35 juta KL terdiri dari 16,12 juta KL BBM Bersubsidi (Solar, Minyak Tanah dan Premium) serta BBM Non-Subsidi sebesar 51,23 juta KL.

Penjualan tersebut disalurkan ke 6.902 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum/Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan milik Pertamina dan PT AKR Corporindo.

Khusus untuk BBM Bersubsidi, angka realisasi tersebut hampir mendekati dari total kouta yang dialokasikan dalam APBN tahun 2018, yaitu sebesar 16,23 juta KL. Hal ini tak lepas dari adanya kewajiban bagi badan usaha untuk penyaluran dan pendistribusian Premium di Jawa, Madura dan Bali melalui Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2018 tentang Penyediaan, Pendistribusian dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak yang diteken pada 23 Maret 2018 lalu.

Sementata itu untuk BBM Non-Subsidi, Pemerintah akan mengevaluasi penurunan harga jenis BBM tersebut sebulan sekali.
Baca juga: Rail test B20 selesai, Rida Mulyana: hasilnya positif

 

Pewarta: Afut Syafril Nursyirwan
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019