na di Palu, Sigi dan Donggala di Sulawesi Tengah untuk memfasilitasi dan penyediaan tempat tinggal dengan konsep aman, nyaman dan sehat serta mendorong pemulihan psikis para korban bencana yang selamat.
"Perlu pengawasan dalam menjaga kualitas sesuai standar minimal yang ditetapkan oleh pemerintah sehingga para penyintas tidak menjadi lebih rentan tetapi dapat kembali perlahan ke kehidupan normal," kata peneliti Pusat Kependudukan LIPI Gusti Ayu Ketut Surtiari di Jakarta, Selasa.
Gusti Ayu berbicara dalam Seminar Hasil Kajian Penanganan Pascabencana di Palu, Sigi, dan Donggala: Pemulihan untuk Tempat Tinggal dan Sumber Penghidupan di Kantor LIPI, Jakarta.
Gusti menuturkan pentingnya pengumpulan informasi akurat tentang mikrozonasi untuk menyesuaikan tempat tinggal dengan tingkat kerawanan terhadap bencana.
"Informasi yang komprehensif terkait kerawanan terhadap bencana di tempat tinggal sebelum bencana di tempat tinggal serta rencana lokasi untuk pembangunan hunian baru akan membantu proses dalam keberhasilan relokasi," tuturnya.
Hasil penelitian LIPI juga nerekomendasikan perlunya koordinasi antara pengembang atau donatur hunian dengan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat sehingga tidak terjadi kesenjangan sosial.
Pada pemulihan tempat tinggal warga, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat merancang bangunan hunian warga, lalu pembangunan tempat tinggal diserahkan kepada pengembang dan donatur.
Dia menuturkan dalam jangka panjang tentu perlu dilakukan relokasi terutama bagi warga yang sebelumnya tinggal di daerah yang terdampak likuifaksi dan di zona merah.
Dikatakannya pihaknya menemukan ada hunian-hunian sementara (huntara) yang berbeda kualitas dan dibangun berdekatan sehingga ada kesenjangan sosial meskipun itu bersifat sementara yakni dua sampai tiga tahun.
Pemulihan pasca bencana harus dilakukan dengan cepat dan memperhatikan aspek sosial karena ketika para korban yang selamat dari bencana kembali ke tempat asal mereka tinggal maka mereka berpotensi lebih rentan.
Gusti menuturkan pihaknya dalam kunjungan ke daerah pasca bencana itu menemukan ada penyintas bencana yang kembali membangun rumahnya di daerah pesisir pantai yang sebelumnya dilanda bencana. Kemudian, ada warga yang mulai membangun usaha cuci baju (laundry) padahal dinding rumah yang tersisa dalam keadaan retak.
Selain itu, dia mengatakan kenyamanan warga juga harus diperhatikan karena pihaknya mendapat keluhan langsung bahwa warga yang tinggal di tenda pengungsian merasakan kepanasan.
"Potensi-potensi kerawanan sosial sudah mulai muncul mungkin walaupun hunian sementara kita sudah agak sensitif," tuturnya.
Baca juga: Korban bencana di Balaroa tolak hunian sementara
Baca juga: Pemerintah diminta segera bangun hunian tetap di Sulteng
Baca juga: Wapres katakan rekonstruksi Palu tunggu penyelesaian lahan relokasi
Baca juga: Pemerintah percepat pembangunan hunian sementara di Palu
Pewarta: Martha Herlinawati S
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2019