"Kalau ini dikatakan dilakukan secara terstruktur, kita minta kepolisian mengusut semua. Termasuk, bila ada keterlibatan orang dalam," ujarnya di Mataram, Rabu.
Ia menyatakan, sebagai Kepala Kantor Wilayah (Kakanwil) Kementerian Agama NTB, dirinya tidak pernah menginstruksikan adanya pemotongan dari setiap bantuan dana pascagempa yang diberikan kepada masjid di wilayah itu.
Bahkan, dirinya pun tidak tahu menahu ada pemotongan dana rekonstruksi masjid pascagempa di lembaga yang dipimpinnya itu.
"Tidak pernah kami tahu ada pemotongan seperti itu. Kami juga tidak pernah ikut-ikut," ucapnya, menegaskabn.
Nasrudin menegaskan, saat terjadi operasi tangkap tangan (OTT) terhadap tersangka BA oleh pihak kepolisian, dirinya saat itu sedang menghadiri sebuah kegiatan di Kabupaten Lombok Timur.
"Saya tahunya setelah dikabari salah satu staf, bahwa ada penangkapan dan penggeledahan di kantor. Seketika itu saya memutuskan kembali ke Mataram," tuturnya.
Menurut Nasrudin, anggaran dana yang diperuntukkan untuk rekontruksi masjid pascagempa di NTB itu, berasal dari Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) yang dialokasikan kepada Kementerian Agama RI untuk Kanwil Kemenag NTB.
"Anggaran ini diperuntukkan kepada 58 masjid di enam wilayah yang terdampak gempa, seperti Lombok Utara, Lombok Barat, Lombok Timur, Lombok Tengah, Sumbawa, dan Sumbawa Barat," ucapnya.
Ia pun berharap dari kasus ini dapat menjadi pelajaran bagi aparatur sipil negara (ASN) di lingkungan Kemenetrian Agama di seluruh NTB untuk tidak melakukan hal yang sama.
"Kami berharap, jangan ada lagi ASN di Kementerian Agama yang berani coba-coba. Berani bermain, sanksi yang sama juga akan menanti," kata Nasrudin.
Baca juga: Polres Mataram OTT pegawai Kemenag Lombok Barat
Pewarta: Nur Imansyah
Editor: Unggul Tri Ratomo
Copyright © ANTARA 2019