"Menurut saya justru tekanan terhadap BI untuk menaikkan suku bunga jauh berkurang (tahun ini)," tutur Tony kepada wartawan di Jakarta, Rabu, usai acara diskusi "Menanti Asa Perekonomian Dua Calon Pasangan Pemimpin Indonesia".
Dia menjelaskan penyebab tekanan itu berkurang dilandasi kemungkinan bahwa bank sentral AS, Federal Reserve atau The Fed hanya akan menaikkan suku bunga sekali pada tahun ini, bukan dua kali seperti rencana sebelumnya.
"Saya memperkirakan dengan kondisi sekarang The Fed cukup sekali lagi menaikkan suku bunga dan tidak harus dalam waktu dekat, bisa pertengahan tahun," kata Tony.
Menurut Tony, saat ini suku bunga AS dengan inflasinya berada di posisi yang sama yakni 2,5 persen, berarti tinggal sekali lagi kemungkinan The Fed menaikkan suku bunga. Rencana The Fed untuk menaikkan suku bunga tiga kali lagi, dianggap Tony sebagai hal yang berlebihan.
Berdasarkan penilaian tersebut, ekonom UGM ini menyarankan agar BI untuk sementara menahan dulu suku bunganya. "Sementara (BI) menahan dulu suku bunganya dan melihat situasinya terlebih dahulu. Jika situasinya memang bergejolak dan kurs rupiah melemah, (BI) perlu menaikkan suku bunga. Enam persen masih cukuplah," katanya.
Selain itu, Tony juga memperkirakan bahwa perang dagang antara AS dan China akan mereda dan pengaruh British Exit alias Brexit yang tidak begitu besar lagi bagi perekonomian global.
"Inggris untuk ukuran global tidak besar, yang besar adalah AS, China, dan Uni Eropa. Jadi menurut saya Brexit tidak berpengaruh, namun Perang Dagang berdampak tapi AS sudah mulai berpikir untuk tidak melanjutkan perang karena turut merugikan negara adidaya tersebut," katanya.
Pewarta: Aji Cakti
Editor: Faisal Yunianto
Copyright © ANTARA 2019