"Kita sedang mengkaji karena ini teknologi baru dan sensor seperti ini belum ada yang terpasang di Indonesia," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati usai mengikuti rapat koordinasi dengan Kepala BNPB dan Gubernur Sulteng di Palu, Kamis.
BMKG dan BPPT mengupayakan pemasangan alat sensor bawah laut ini supaya ketika ada peningkatan tekanan hidrostatik akibat longsor, potensi tsunami bisa segera diketahui dan teratasi.
"Awal 2019 baru dimulai karena teknologi itu harus dikaji terlebih dahulu, karena itu merupakan teknologi baru. BPPT yang bertugas untuk mengkaji dan menguji coba. Paling tidak satu atau dua tahun baru bisa dioperasikan," ujarnya.
Langkah tersebut dilakukan sesuai dengan aturan yang berlaku dan dalam Standar Operasional Prosedur (SOP) yang ada, teknologi seperti itu diwajibkan untuk dikaji dan diuji coba terlebih dulu sebelum diterapkan.
"Di Palu sebenarnya sudah siap teknologi untuk mendeteksi tsunami, tetapi tsunami seperti di Banda Aceh. Jadi semua teknologi yang ada di dunia saat ini termasuk di BMKG, disiapkan untuk menghadapi tsunami yang dipicu oleh gempa dan juga yang disebabkan longsor di dasar laut," ujar Dwikorita.
Sementara alat deteksi tsunami juga sudah siap dipasang di daerah terutama yang memiliki gunung berapi aktif.
Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Doni Monardo dalam kesempatan itu mengatakan penting pendidikan mitigasi bencana dijadikan salah satu mata pelajaran utama di sekolah terutama di sekolah yang daerahnya terdampak bencana khususnya di Sulteng.
"Gempa bumi dan tsunami tidak bisa kita hindari tetapi bisa kita antisipasi dengan langkah-langkah yang sudah disampaikan tadi," kata Doni.
Baca juga: BPPT siap revitalisasi tiga buoy tsunami untuk ditempatkan di Gunung Anak Krakatau
Baca juga: Presiden minta BMKG lengkapi alat deteksi dini tsunami
Pewarta: Fauzi
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019