Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kirana Pritasari di Jakarta, Jumat menegaskan pemerintah sedang gencar mengoptimalkan perbaikan gizi masyarakat Indonesia.
Dia mengatakan gizi baik menjadi landasan setiap individu mencapai potensi maksimal yang dimilikinya, termasuk ke remaja puteri dan calon pengantin yang juga penting untuk mempersiapkan gizi bagi generasi penerus.
Menurut dia, perbaikan gizi dilakukan melalui pendekatan continuum of care dengan fokus pada 1.000 Hari Pertama Kehidupan (HPK) yang dimulai dari masa kehamilan sampai dengan anak berusia dua tahun.
"Periode 1.000 HPK merupakan periode sensitif yang menentukan kualitas hidup di masa yang akan datang," tambah dia.
Demikian juga dengan meningkatnya angka anemia pada ibu hamil sebesar 48,9 persen (Riskesdas, 2018) dari yang sebelumnya 37,1 persen (Riskesdas, 2013).
Masalah tersebut berhubungan dengan fakta yang menunjukkan 70-80 persen ibu hamil belum tercukupi konsumsi energi dan proteinnya menurut Studi Diet Total, 2014.
Karena itu perbaikan gizi masih perlu dioptimalkan, upaya Kementerian Kesehatan dalam Program Indonesia Sehat melalui Pendekatan Keluarga difokuskan pada empat prioritas yaitu percepatan penurunan Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB), perbaikan gizi khususnya penurunan prevalensi stunting, serta penurunan penyakit menular dan tidak menular.
Berbagai jurnal menyebutkan, kerugian materi dan imateri dari masalah gizi luar biasa besar, ujarnya.
"Masalah gizi menyebabkan rendahnya status kesehatan dan gizi sehingga berpengaruh terhadap rendahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), pencapaian pendidikan rendah, dan daya saing bangsa," kata dia.
Pendekatan keluarga dilakukan sebagai strategi perubahan perilaku yang dimulai dari keluarga dan masyarakat dalam penerapan gizi seimbang. Hal itu dilakukan dengan mengedepankan konsumsi ikan, sayur dan buah, serta pengenalan terhadap risiko penyakit.
Namun, perbaikan gizi melalui intervensi gizi spesifik yang dilakukan oleh sektor kesehatan tidak akan mencapai hasil maksimal tanpa adanya intervensi sensitif dari sektor non-kesehatan, seperti peningkatan produksi pertanian untuk mendukung ketahanan pangan dan gizi di tingkat rumah tangga.
Juga perlindungan sosial untuk pengentasan kemiskinan melalui program keluarga harapan (PKH), program nasional pemberdayaan masyarakat (PNPM), penyediaan air bersih dan sanitasi, serta program pemberdayaan perempuan.
Baca juga: Presiden ingin PKK dilibatkan atasi gizi buruk
Baca juga: Ahli dorong pola gizi seimbang cegah malnutrisi
Pewarta: Aubrey Kandelila Fanani
Editor: Dewanti Lestari
Copyright © ANTARA 2019