"Kesadaran masyarakat tentang hak paten masih kurang. Hal ini tentu sangat disayangkan karena perlindungan hak paten atau kekayaan intelektual berpengaruh pada perekonomian bangsa," katanya pada workshop "Kekayaan Intelektual dan Penulisan Drafting Paten" di Universitas Muhammadiyah Yogyakarta (UMY) Yogyakarta, Sabtu.
Apalagi, kata Yusanti, pada era digital seperti saat ini perlindungan hak paten menjadi hal yang penting.
Menurut dia, berbanding terbalik dengan industri lokal, perusahaan asing mendominasi jumlah pembuatan hak paten di Indonesia. Pada tahun 2017, misalnya, dari sekitar 14.000 pengajuan hak paten, hanya sekitar 15 persen pengajuan dari dalam negeri.
Oleh karena itu, kesadaran masyarakat tentang hak paten perlu ditingkatkan. Dalam hal ini, dia ingin meningkatkan pelayanan DJKI sehingga pihaknya sering mengimbau masyarakat untuk sadar akan pentingnya hak paten.
Dengan banyaknya hak paten yang dimiliki oleh berbagai instansi pendidikan serta penelitian dan pengembangan (litbang), kata dia, menjadi harapan dan motivasi bagi para pelaku industri untuk berinovasi dan ikut memperhatikan hak paten atas inovasinya.
"Inovasi tidak perlu rumit dan canggih, tetapi juga bisa sederhana. Yang penting bermanfaat bagi masyarakat dan bisa dikomersialkan," kata Yusanti.
Ia mengatakan bahwa Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum dan HAM (Kemkumham) memberikan peluang bagi para inventor (perancang inovasi) di Indonesia untuk meberikan perlindungan hukum pada suatu karya atau inovasi.
"Hal itu sesuai dengan visi DJKI, yakni menjadi institusi kekayaan intelektual yang menjamin kepastian hukum dan menjadi pendorong inovasi, kreativitas, dan pertumbuhan ekonomi nasional," kata Yusanti.
Pewarta: Bambang Sutopo Hadi
Editor: Joko Susilo
Copyright © ANTARA 2019