Jakarta (ANTARA News) - Awal hingga pertengahan Januari 2019 banyak masyarakat maupun pengusaha yang mengeluhkan mahalnya harga tiket penerbangan domestik melalui media sosial.Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan maskapai tetap mengutamakan keselamatan meski harga tiket diturunkan
Padahal, liburan Natal 2018 dan Tahun Baru 2019 saat puncak musim liburan (peak season) sudah berakhir, tapi masyarakat mempertanyakan mengapa harga tiket pesawat terbang tak kunjung turun ke posisi normal, juga untuk sejumlah rute lainnya.
Tiket Jakarta - Jayapura PP misalnya, dipatok Rp10-12 juta per penumpang dan ini jelas memberatkan penumpang karena harganya sudah terlampau mahal.
Sejumlah asoiasi pun menanggapi kondisi tersebut dan bahkan Asosiasi Perusahaan Perjalanan Wisata Indonesia (Asita) Sumut menilai tarif penerbangan domestik yang mahal dapat menggagalkan program pemerintah meningkatkan wisatawan nusantara.
Ketua Asita Sumut, Solahuddin Nasution di Medan, mengatakan mahalnya tiket penerbangan domestik membuat biro perjalanan wisata akan lebih fokus pada penjualan paket wisata ke luar negeri yang bertarif jauh lebih murah .
Jika banyak warga negara Indonesia yang berpergian ke luar negeri, maka sudah dipastikan program pemerintah yang menggalakkan wisatawan nusantara akan gagal
Dampak lain mahalnya tiket pesawat di dalam negeri selain turunnya kunjungan wisatawan nusantara juga bisa membuat hunian hotel dan konsumen restoran menurun juga.
Bukan itu saja, bisnis bus pariwisata dan penjualan oleh-oleh serta jasa pramuwisata juga akan anjlok. Perekonomian daerah pun akan terganggu yang pada akhirnya pertumbuhan ekonomi nasional menurun.
Tentunya bukan tanpa sebab maskapai penerbangan mematok harga tiket yang tinggi untuk penerbangan di dalam negeri, karena bagaimanapun juga perusahaan ingin jumlah keterisian penumpang (load factor) di setiap penerbangan bisa terisi penuh.
Sejumlah maskapai mengungkapkan sulitnya kondisi penerbangan dengan biaya operasional yang terus naik, terutama harga avtur dan nilai tukar rupiah yang terus melemah.
Direktur Utama Citilink Indonesia Juliandra Nurtjahjo, mengatakan alokasi untuk biaya operasional sebagian besar dalam bentuk dolar AS, sementara pendapatan dalam bentuk rupiah.
Harga rata-rata avtur sepanjang 2017 itu 55,1 sen dolar AS per liter dan melonjak 19 persen menjadi 65,4 sen per dolar AS per liter sepanjang 2018. Kenaikan satu sen per liter itu akan menambah biaya operasi 4,7 juta dolar AS satu tahun penuh.
Kemudian nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang terus melemah menyebabkan biaya operasional semakin membengkak. Setiap penurunan Rp100, karena kurs (rupiah) melemah, maka akan mengurangi pendapatan perusahaan setahun penuh 5,3 juta dolar AS.
Pembengkakan biaya operasional akibat kenaikan harga avtur dan pelemahan nilai tukar rupiah, sebesar 13,5 persen atau 102 juta dolar AS dan ini cukup berat.
Karena itu, maskapai mengeluarkan kebijakan agar harga tiket tidak berada di dasar tarif batas dan menghilangkan diskon untuk memperbaiki kondisi keuangan perusahaan.
Buat LCC (low cost carrier) kondisi seperti itu harus tetap bertahan, inovasinya semakin lama harus makin tinggi.
Direktur Utama Garuda Indonesia Ari Askhara mengatakan sejak 2016, Peraturan Menteri Nomor 14 Tahun 2016 tentang Mekanisme Formulasi Perhitungan dan Penetapan Tarif Batas Atas dan Tarif Batas Bawah Penumpang Pelayanan Kelas Ekonomi Angkutan Udara Niaga Berjadwal Dalam Negeri, tidak berubah.
Sebanyak 40-45 persen biaya operasional adalah biaya avtur dan sewa pesawat 20 persen, serta 10 persen untuk biaya pegawai.
Dikatakannya, sebanyak 10 persen ada biaya pegawai yang harus dikasih makan, dari Garuda sendiri 10.000 pegawai, Citilink 2.000, Sriwijaya 4.500, jadi ini masyarakat yang perlu kami biayai dan masuk dalam komponen biaya perusahaan.
Akhirnya turunkan harga
Menanggapi keluhan masyarakat yang kian meluas dan tentunya setelah ada intervensi pemerintah, seluruh maskapai nasional yang tergabung dalam Asosiasi Perusahaan Penerbangan Indonesia (Inaca) akhirnya menurunkan tarif tiket penerbangan sejak Jumat 11 Januari 2019 pada beberapa rute penerbangan seperti Jakarta-Denpasar, Jakarta-Jogja, Jakarta-Surabaya, Bandung-Denpasar dan akan dilanjutkan dengan rute penerbangan domestik lainnya.
Ketua Umum Inaca Ari Askhara mengatakan hal itu menyusul keprihatinan masyarakat atas tingginya harga tiket dan adanya komitmen positif atas penurunan biaya kebandaraan dan navigasi dari para pemangku kepentingan seperti PT Angkasa Pura I, PT Angkasa Pura II, AirNav dan Pertamina.
"Di tengah kesulitan para maskapai kami tetap paham dan mengerti akan kebutuhan masyarakat dan kami memastikan komitmen memperkuat akses masyarakat terhadap layanan penerbangan nasional serta keberlangsungan industri penerbangan nasional tetap terjaga," katanya.
Seluruh anggota Inaca serta seluruh jajaran terkait pemangku kepentingan layanan penerbangan nasional seperti pengelola bandara, badan navigasi, hingga pemangku kepentingan lainnya telah melaksanakan pembahasan intensif terkait penurunan struktur biaya pendukung layanan kebandara udara dan navigasi agar dapat selaras dengan mekanisme pasar industri penerbangan dan daya beli masyarakat.
Melalui penyesuaian struktur biaya layanan penerbangan tersebut khususnya pada aspek biaya pendukung layanan kebandarudaraan dan biaya navigasi, maskapai dapat melakukan penyesuaian struktur biaya operasional layanan penerbangan, sehingga dapat menurunkan tarif tiket penerbangan.
Kementerian Perhubungan (Kemenhub) memastikan maskapai tetap mengutamakan keselamatan meski harga tiket diturunkan.
Direktur Jenderal Perhubungan Udara Kemenhub Polana B Pramesti menegaskan, keselamatan adalah harga mati, karena inti bisnis maskapai penerbangan adalah di keselamatan.
Bahkan Kemenhub memastikan tahun 2019 akan dilakukan pengetatan-pengetatan di aspek keselamatan karena ini tanggung jawab Kemenhub sebagai regulator.
Pengetatan-pengetatan yang dimaksud, lanjut dia, adalah melakukan uji kelaikan (ramp check) dengan lebih intensif dengan frekuensi yang lebih banyak.
Pemerintah pun sebenarnya menyadari saat ini situasi yang berat bagi maskapai karena selain situasi perekonomian global yang tidak stabil dan harga avtur melonjak, juga saat ini tengah mengalami musim sepi (low season).
Namun demi menciptakan situasi yang kondusif di masyarakat, maka operator penerbangan diminta menyesuaikan harga tiket pesawat.
Untuk itu, Kemenhub berkoordinasi dengan sejumlah Badan Usaha Milik Negara (BUMN), seperti PT Angkasa Pura I dan II untuk memberikan potongan tarif, kemudian Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI) atau Airnav Indonesia untuk menunda kenaikan jasa navigasi, serta dengan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) untuk berkoordinasi terkait harga avtur kepada PT Pertamina.
Dengan adanya kelegaan hati serta menghilangkan ego sektoral tentunya semua berharap harga tiket pesawat tetap bisa terjangka oleh masyarakat, karena jika makin banyak yang bepergian maka akan menimbulkan aspek positif bagi berbagai pihak.
Baca juga: Menyoroti kenaikan harga tiket pesawat
Pewarta: Ahmad Wijaya
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2019