"Kalau soal kerusakan biota laut, tim veluasi sudah melakukan pendataan, tetapi berapa besar kerugian, masih dihitung bersama tim ahli dari kementerian terkait," kata Ganef Wurgiyanto kepada Antara di Kupang, Senin.
Dia mengemukakan hal itu, berkaitan dengan kerugian yang harus di bayar PT Ocean Tangker, pemilik kapal tanker Ocean Princess yang karam di wilayah perairan laut Kabupaten Alor.
Setelah dilakukan penghitungan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan untuk disampaikan kepada perusahaan pemilik kapal untuk meminta ganti rugi.
"Pemerintah hanya meminta ganti rugi karena kerusakan biota laut itu berada di wilayah perairan laut yang dilindungi, dan tidak ada proses hukum karena peristiwa tersebut masuk dalam kategori musibah," katanya.
Berdasarkan hasil investigasi yang dilakukan Tim Valuasi menunjukkan bahwa, karang di perairan laut SAP Selat Pantar dan laut sekitarnya, mengalami kerusakan parah akibat kandasnya kapal tanker Ocean Princess di perairan pesisir Desa Aemoli, Kabupaten Alor pada akhir Desember 2018 lalu.
Selain itu, terdapat sekitar 28 spot karang yang hancur serta satu hamparan karang dengan ukuran 163x73 CM yang sudah tidak bisa dikenali lagi.
"Ada 28 spot karang yang hancur, terdiri dari 19 spot karang padat dan tujuh spot karang bercabang," kata Ketua Tim Valuasi dari DKP NTT, Saleh Goro.
Karang padat ini, masa pertumbuhannya 1-2 CM per tahun. Hasil investigasi lain adalah koloni karang yang rusak berdiameter 10-130 CM.*
Baca juga: Lanal Karimun evakuasi 60 penumpang kapal kandas
Baca juga: Panglima Laot: Batu bara cemari kawasan wisata Lampuuk
Pewarta: Bernadus Tokan
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019